A. PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai peran yang sangat besar dalam proses
kehidupan manusia. Pendidikan dapat merubah nasib hidup manusia, dari bodoh
menjadi pandai, dari miskin menjadi kaya, dari terpuruk menjadi jaya, dari
sengsara menjadi bahagia, bahkan dari ahli neraka menjadi ahli surga, dan
sebaliknya.
Besarnya peran pendidikan dalam kehidupan manusia ini
tercermin pada sabda Nabi Muhammad saw.
Artinya:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah ( potensi tauhid ), maka
kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi atau nasrani atau majusi.
Dalam hadits tersebut, Nabi memahamkan pada ummatnya betapa
besar peran faktor didik dan faktor ajar dalam mempertahankan keislaman
seseorang.
Ad. 2. Jihad Melalui Pendidikan
Syauqi mengatakan “Ibu ibarat madrasah, jika kau persiapkan
maka sesungguhnya anda sedang menyiapkan bangsa (besar) yang wangi
keringatnya.” Wanita adalah guru pertama bagi anak, sebelum dididik orang lain.
Sejak ruh ditiupkan ke dalam rahim, proses pendidikan sudah dimulai. Sebab
mulai saat itu, anak telah mampu menangkap stimulus yang dberikan oleh ibunya
melalui pendengaran, perasaan dan penglihatan, sebagaimana firman Allah dalam
Quran surat al-Sajdah ayat 9:
ثم سوىه ونفخ فيه من روحه وجعل لكم السعمع واللاءبصار ولاءفئدة قليلا ما تشكرون
Artinya: kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
.
Ia mampu mendengar dan merasakan apa yang disuarakan dan dirasakan ibunya. Bila
ibunya rajin sholat, membaca al-Qur an, dzikir, berdoa, maka setelah anak ini
lahir akan meniru hal tersebut. Bila ibunya sering sedih, marah, dendam dan
cemas, hal ini diakses dalam jiwa anak dan akan menjadi watakrnya. Demikian
juga sebaliknya, kalau ibunya senang, ikhlas, sabar, ridla dan tawakkal.
Kemudian bertambah
hari, bertambah minggu dan bulan, yang pada wakunya ia terlahir ke muka bumi.
Dari nol hari, ia sudah berusaha memahami apa yang diajarkan oleh ibuny. Bila
ibu membiasakan anaknya dari kandungan sampai dewasa dengan adab-adab Islam, ia
pun akan terbiasa dengan hal itu. Tapi sebaliknya, bila ibu membiasakan dengan
adab-adab yang tidak Islami, iapun akan ikut seperti ibunya. Saat inilah shibghah (cetakan/ celupan) seorang ibu
sangat berpengaruh
pada anak. Karena perkembangan otak sangat cepat. Daya ingat masih kuat. Bagi
seorang ibu perlu memperhatikan hal berikut :
a. Tarbiyah Ruhiyyah, meliputi:
1) Pendidikan Akidah.
Bagaimana seorang ibu mampu menanamkan
akidah sedini mungkin, sehingga anak meyakini bahwa hidup ini diatur oleh Allah
pencipta alam yang selalu mengawasi semua prilaku hambanya. Kemudian meyakini
bahwa apa yang terjadi pada manusia, pasti akan kembali padaNya. Hal itu
terangkum dalam rukun iman yang enam. Mendidik aqidah ini sebagaimana
ditunjukkan oleh Allah
dalam firmanNya surat Luqman ayat 12:
ولقد اتينا لقمانالحكمة ان اشكرلله ومن يشكر فاءنما يشكر لنفسه ومن كفر فاءن لله غني حميد
dalam firmanNya surat Luqman ayat 12:
ولقد اتينا لقمانالحكمة ان اشكرلله ومن يشكر فاءنما يشكر لنفسه ومن كفر فاءن لله غني حميد
Artinya: dan
Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah
kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka
Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Ketika anak besar, ia telah mengenal
Tuhannya. Tidak lagi ragu dan bingung mencari jati diri. Siapakah aku? untuk
apa aku hidup? siapakah yang harus aku sembah? Dan siapa yang diikuti dan
dijadikan idola ?
2)
Pendidikan Ibadah
Ketika ibu menjalani kehamilan sampai
melahirkan, tidaklah berat baginya untuk mengajak calon bayinya untuk ikut
serta dalam melakukan ibadah harian. Seperti: sholat, puasa, baca Alquran, berdoa,
berdzikir dan lain-lain, sebagaimana uraian diatas. Setelah lahir dan berumur
tujuh tahun ibu diperintahkan oleh Allah untuk mendidik sholat, sebagaimana
yang disabdakan oleh Nabi:
مروا اولادكم
بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عنها حين عشرسنين وفرقوا ابينهم فى المضاجع
Artinya: Perintahlah anak-anakmu
mengerjakan sholat ketika umur tujuh tahun dan pukullah mereka karena
meninggalkan sholatketika telah sampai usia sepuluh tahun dan pisahkan diantara
mereka di tempat tidur.
Dan firman Allah surat Thoha ayat 132:
واءمر اهلك بالصلاة واصطبر عليها لا نسألك رزقا نحن نرزقك والعاقبة للتقوي
Artinya: dan perintahkanlah kepada keluargamu
mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta
rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu
adalah bagi orang yang bertakwa.
Dalam
proses mendidik ibadah pada anak terutama sholat, ibu juga dituntut untuk
selain mengajari, memperdengarkan bacaannya, memasukkan rasa damai dan tenteram
setelah sholat, juga dapat memberi tauladan pada anak-anak, dalam arti ibu
sendiri juga melakukan sholat. Jika tidak, maka tidak akan membawa hasil. Hal
diillustrasikan dengan teladan yang disampaikan oleh Nabi dengan sabdanya:
صلوا كما رايتمونى اصلى
Artinya: Sholatlah kamu sekalian
sebagaimana kamu sekalian melihat aku sholat.
Walau mungkin anak belum faham apa
yang dilakukan dan diinginkan ibunya, tapi ketika ia menginjak dewasa (baligh),
ibadah-ibadah tersebut akan mudah dikerjakan. Karena sudah diupayakan pembiasaan-pembiasaan sejak dini.
Terbiasa mengerjakan ibadah dengan melihat dan mendengar serta melakukannya,
sehingga takkan terasa berat menegakkannya.
Uraian
di atas seiring dengan hasil penelitian Prof. Dr.Zakiyah Daradjat dalam bukunya
Pembinaan Mental, yang menyimpulkan bahwa kepribadian manusia atau jiwa anak,
terbentuk melalui apa yang dilihat, didengar dan dirasa, baik disengaja maupun
tidak.
3) Pendidikan Akhlak.
Pembiasaan akhlak yang baik tidak
perlu menunggu anak dewasa. Sejak dini harus sudah dibiasakan. Sebab akhlak
yang baik, kalau tidak dibiasakan dalam waktu yang lama, sangat sulit untuk
menjadi karakter. Justru ketika kebiasaan baik tidak ada dalam diri manusia,
dengan sendirinya kebiasaan buruk akan menghiasinya tanpa harus dibiasakan.
Jika semenjak dalam kandungan
seorang anak dibiasakan mencintai orang lain, maka ketika lahir, ia pun akan
berusaha untuk mencintai orang lain. Apabila sifat-sifat sabar, tawadlu, itsar
(mendahulukan orang lain), tabah, pemurah, suka menolong orang lain dan sebagainya
dibiasakan, maka ketika anak sudah paham dan mengerti, akhlak-akhlak tadi akan
menghiasi kehidupannya.
b.
Tarbiyah ‘Aqliyyah.
Kata seorang penulis puisi,
“Otak tidak diasah, akan tumpul”. Pengasahan otak semenjak kecil akan lebih
bagus, ketimbang jika sudah besar. Bagai sebuah pisau, semakin lama waktu mengasahnya, maka
akan semakin tajam. Dalam nasyid juga disebutkan, “Belajar diwaktu kecil, bagai
mengukir di atas batu”. Tapi seorang ibu juga harus bijaksana dalam hal ini.
Jangan sembarangan dalam memberikan buku-buku bacaan, untuk mengasah otak.
Cukup banyak buku-buku yang ingin
menghancurkan generasi Islam.
c.
Tarbiyah Jasadiyyah.
Pendidikan inilah yang sering
mendapat perhatian dan jadi topik pembicaraan para ibu yang baru mempunyai
anak. Rangsangan-rangsangan ibu berupa olahraga balita, sangat membantu anak
dalam perkembangan tubuhnya. Percepatan proses semenjak si anak tengkurap,
merangkak, jalan dan lari, tidak bisa dibiarkan sendiri. Namun bantuan ibu
untuk melakuan gerakan-gerakan itu sangatlah dibutuhkan anak. Karena pada
hakikatnya, insting yang dimiliki anak belum mampu menjangkau apa yang harus ia
lakukan agar bisa berbuat seperti orang dewasa.
Selain jihad melalui
pendidikan sejak masa dini tersebut diatas, perempuan juga dapat melakukan
pendidikan dinul Islam kepada murid dimana dia bisa mengajar, di Pondok
Pesantren, di sekolah, di TPQ (Taman Pendidikan al Quran, di tempat pengajian,
di tempat kursus, di panti asuhan bahkan di tempat mana saja dia bisa
berinteraksi dengan masyarakat untuk memberi petunjuk kebenaran.
Ad. 3. Jihad dalam Rumah Tangga
a.
Mendampingi dan taat pada suami.
Termasuk jihadnya perempuan adalah melakukan
kegiatan-kegiatan dengan penuh kesungguhan dan mencurahkan segala kekuatan
untuk taat dan menegakkan ajaran Allah di dalam rumah tangga. Allah berfirman
dalam Qur an surat al-Ahzab ayat 33:
و قرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الاولى واقمن الصلوات وءاتين الزكوة اطعن الله ورسوله انما يري الله ليذهب عنكم الرجس اهل البيت و يطهركم تطهيرا
Artinya:
dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[1]
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu[2]
dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait[3]
dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
[1]Maksudnya: isteri-isteri Rasul agar
tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh
syara'. perintah ini juga meliputi segenap mukminat
[2] Yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu
ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad s.a.w. dan yang
dimaksud Jahiliyah sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah
datangnya Islam
[3]Ahlul bait di sini, Yaitu keluarga rumah tangga
Rasulullah s.a.w.
Suami shaleh kebanyakan
dibelakangnya ada istri shalehah. Laki-laki dalam menjalankan tugasnya baik di
dalam atau di luar rumah sering mendapat kendala ujian dan cobaan. Kegoncangan
jiwanya kadang-kadang tidak mampu mengendalikannya sendiri. Peran dan batuan
istri sangat dibutuhkan.
Istri yang shalehah selalu
memberi dorongan untuk terus maju memberi siraman ruhiyyah agar tetap semangat
dalam meniti perjuangan hidup, memberi peringatan untuk tetap berjalan di atas
syariat Islam. Ketika suami sedang panas tidak selayaknya istri mengompori,
tapi berusaha untuk meredam dan mendinginkan agar suami sadar dan sabar. Banyak
sekali suami terjerumus ke lembah hina disebabkan istrinya tidak bisa membimbing ke arah yang baik. Juga tidak sedikit suami
dulunya kurang baik setelah beristri sholihah justru ia makin membaik.
Oleh
sebab itu, wahai para perempuan shalehah marilah kita dukung suami untuk
menjadi suami yang shaleh. Mencurahkan tenaga, pikiran, bahkan nyawa untuk
tegaknya Islam di muka bumi dengan tidak membebaninya dengan masalah yang
menekan jiwanya.
Semangat di medan
dakwah dan juang tetap dikobarkan, diberikan waktu seluas-luasnya pada suami
untuk mencurahkan waktu hidupnya untuk perjuangan Islam.
Istri selain sebagai motor bagi suami, ia juga mempunyai
kewajiban-kewajiban terhadap suaminya agar tercipta keluarga-keluarga yang
sakinah, mawaddah warohmah. Di antara
kewajiban istri terhadap suami adalah : Taat Suami, Tidak Keluar rumah tanpa
idzin suami, Tidak menjauhi tempat tidur suami, Iffah, Qona’ah dan ridlo dengan
apa yang Allah berikan.Berhias dan memakai wangi-wangian. Melaksanakan
tugas-tugas rumah tangga. Mendidik anak-anak. Berlemah lembut dan berkata-kata
manis. Sembilan point ini bila mampu untuk menjalankan semua, Insya Allah suami
bahagia di rumah dan semangat di medan dakwah.
b.
Merawat anak-anak
Jihad perempuan yang tidak bisa
dilakukan atau digantikan oleh lelaki adalah melahirkan anak, yang diawali dari
proses mengandung, melahirkan dan menyusui anak-anak. Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Luqman ayat 14:
ووصينا الانسان بوالديه حملته امه وهنا علي وهن و فصاله في عامين ان اشكر لي و لوالديك الي المصير
Artinya:. dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya;
ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun[1].
bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.
Ketika seorang perempuan sedang
hamil, ia sedang mengukir nasib hidup calon anaknya sepanjang hayat, malaikat
sedang mencatat nasib kehidupan calon manusia ini, dia bahagia atau celaka, dia rizkinya banyak atau
terhalang, tentang jodohnya, tentang menentuan ajalnya.Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad saw. ” Sesungguhnya setiap orang dihimpun penciptannya di dalam
perut (rahim) ibunya, selama empat puluh hari dalam bentuknuthfah (air mani),
kemudian menjadi‘alaqah (segumpal darah) dalam masa yang sama, kemudian menjadi
mudlghah (segumpal daging) dalam masa
yang sama pula, kemudian diutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan ia
diperintahkan untuk mencatat empat hal: rizkinya, ajalnya, amalnya, bahagia
atai celakanya”.[2]
Dalam masa proses penentuan nasib hidup
calon anak ini, peran ibu yang sedang mengandung calon anak ini sangat penting.
Perlu jihad seorang Ibu. Ia harus berjuang sekuat tenaga agar anak ini nasibnya
baik dan bahagia dunia akhirat. Dengan bermunajat kepada Allah, shalat
tahajjud, berdoa memohon kepada Allah, berdzikir, membaca Qur an, berprilaku
baik, berjiwa baik, berhati ikhlas, tawakkal, ridla, dan roja’ (penuh harap)
kepada Allah, dermawan, agar catatan nasib kehidupan (qadla’
Allah) terhadap anak ini baik.
Dalam merawat anak ini, perempuan perlu dibekali dengan ilmu yang memadai
tentang agama, kejiwaan, perkembangan anak, gizi, dan lainnya, agar anak tumbuh
kembang menjadi anak yang shaleh shalehah, berkualitas jasmani dan rohaninya.
Karena masa pembentukan dan masa yang paling menentukan adalah masa perawatan
anak ini. Jika terlewat, tidak mendapat perhatian dan
perawatan
yang baik, maka akan kehilangan masa emas untuk mempersiapkan masa depan anak
yang gemilang.
[1]Maksudnya:
Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
[2]Sayyid
Ahmad al-Hasyimi, Mukhtar al- ahadits al-Nabawiyyah, Bandung: Sinar Baru Algensindo, h.983.