Jumat, 20 Desember 2013

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA (JIHAD)

A. PENDAHULUAN

  Pendidikan mempunyai peran yang sangat besar dalam proses kehidupan manusia. Pendidikan dapat merubah nasib hidup manusia, dari bodoh menjadi pandai, dari miskin menjadi kaya, dari terpuruk menjadi jaya, dari sengsara menjadi bahagia, bahkan dari ahli neraka menjadi ahli surga, dan sebaliknya.
   Besarnya peran pendidikan dalam kehidupan manusia ini tercermin pada sabda Nabi Muhammad saw.


         Artinya: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah ( potensi tauhid ), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi atau nasrani atau majusi.
Dalam hadits tersebut, Nabi memahamkan pada ummatnya betapa besar peran faktor didik dan faktor ajar dalam mempertahankan keislaman seseorang.

Ad. 2. Jihad Melalui Pendidikan 

Syauqi mengatakan “Ibu ibarat madrasah, jika kau persiapkan maka sesungguhnya anda sedang menyiapkan bangsa (besar) yang wangi keringatnya.” Wanita adalah guru pertama bagi anak, sebelum dididik orang lain. Sejak ruh ditiupkan ke dalam rahim, proses pendidikan sudah dimulai. Sebab mulai saat itu, anak telah mampu menangkap stimulus yang dberikan oleh ibunya melalui pendengaran, perasaan dan penglihatan, sebagaimana firman Allah dalam Quran surat al-Sajdah ayat 9:

ثم سوىه ونفخ فيه من روحه وجعل لكم السعمع واللاءبصار ولاءفئدة قليلا ما تشكرون 
        Artinya: kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.

.           Ia mampu mendengar dan merasakan apa yang disuarakan dan dirasakan ibunya. Bila ibunya rajin sholat, membaca al-Qur an, dzikir, berdoa, maka setelah anak ini lahir akan meniru hal tersebut. Bila ibunya sering sedih, marah, dendam dan cemas, hal ini diakses dalam jiwa anak dan akan menjadi watakrnya. Demikian juga sebaliknya, kalau ibunya senang, ikhlas, sabar, ridla dan tawakkal.

 Kemudian bertambah hari, bertambah minggu dan bulan, yang pada wakunya ia terlahir ke muka bumi. Dari nol hari, ia sudah berusaha memahami apa yang diajarkan oleh ibuny. Bila ibu membiasakan anaknya dari kandungan sampai dewasa dengan adab-adab Islam, ia pun akan terbiasa dengan hal itu. Tapi sebaliknya, bila ibu membiasakan dengan adab-adab yang tidak Islami, iapun akan ikut seperti ibunya.         Saat inilah shibghah (cetakan/ celupan) seorang ibu sangat berpengaruh pada anak. Karena perkembangan otak sangat cepat. Daya ingat masih kuat. Bagi seorang ibu perlu memperhatikan hal berikut :

a. Tarbiyah Ruhiyyah, meliputi:

1) Pendidikan Akidah.

  Bagaimana seorang ibu mampu menanamkan akidah sedini mungkin, sehingga anak meyakini bahwa hidup ini diatur oleh Allah pencipta alam yang selalu mengawasi semua prilaku hambanya. Kemudian meyakini bahwa apa yang terjadi pada manusia, pasti akan kembali padaNya. Hal itu terangkum dalam rukun iman yang enam. Mendidik aqidah ini sebagaimana ditunjukkan oleh Allah
    dalam firmanNya surat Luqman ayat 12:                                                                                       
ولقد اتينا لقمانالحكمة ان اشكرلله ومن يشكر فاءنما يشكر لنفسه ومن كفر فاءن لله غني حميد
          
       Artinya: dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

Ketika anak besar, ia telah mengenal Tuhannya. Tidak lagi ragu dan bingung mencari jati diri. Siapakah aku? untuk apa aku hidup? siapakah yang harus aku sembah? Dan siapa yang diikuti dan dijadikan idola ? 

2)  Pendidikan Ibadah

Ketika ibu menjalani kehamilan sampai melahirkan, tidaklah berat baginya untuk mengajak calon bayinya untuk ikut serta dalam melakukan ibadah harian. Seperti: sholat, puasa, baca Alquran, berdoa, berdzikir dan lain-lain, sebagaimana uraian diatas. Setelah lahir dan berumur tujuh tahun ibu diperintahkan oleh Allah untuk mendidik sholat, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi:

مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عنها حين عشرسنين وفرقوا ابينهم فى المضاجع

           Artinya: Perintahlah anak-anakmu mengerjakan sholat ketika umur tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan sholatketika telah sampai usia sepuluh tahun dan pisahkan diantara mereka di  tempat tidur.
Dan firman Allah surat Thoha ayat 132:

واءمر اهلك بالصلاة واصطبر عليها لا نسألك رزقا نحن نرزقك والعاقبة للتقوي 

         Artinya: dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.

    Dalam proses mendidik ibadah pada anak terutama sholat, ibu juga dituntut untuk selain mengajari, memperdengarkan bacaannya, memasukkan rasa damai dan tenteram setelah sholat, juga dapat memberi tauladan pada anak-anak, dalam arti ibu sendiri juga melakukan sholat. Jika tidak, maka tidak akan membawa hasil. Hal diillustrasikan dengan teladan yang disampaikan oleh Nabi dengan sabdanya:

صلوا كما رايتمونى اصلى

Artinya: Sholatlah kamu sekalian sebagaimana kamu sekalian melihat aku sholat.

Walau mungkin anak belum faham apa yang dilakukan dan diinginkan ibunya, tapi ketika ia menginjak dewasa (baligh), ibadah-ibadah tersebut akan mudah dikerjakan. Karena sudah diupayakan pembiasaan-pembiasaan sejak dini. Terbiasa mengerjakan ibadah dengan melihat dan mendengar serta melakukannya, sehingga takkan terasa berat menegakkannya.
            Uraian di atas seiring dengan hasil penelitian Prof. Dr.Zakiyah Daradjat dalam bukunya Pembinaan Mental, yang menyimpulkan bahwa kepribadian manusia atau jiwa anak, terbentuk melalui apa yang dilihat, didengar dan dirasa, baik disengaja maupun tidak.



3) Pendidikan Akhlak.


           Pembiasaan akhlak yang baik tidak perlu menunggu anak dewasa. Sejak dini harus sudah dibiasakan. Sebab akhlak yang baik, kalau tidak dibiasakan dalam waktu yang lama, sangat sulit untuk menjadi karakter. Justru ketika kebiasaan baik tidak ada dalam diri manusia, dengan sendirinya kebiasaan buruk akan menghiasinya tanpa harus dibiasakan. 


           Jika semenjak dalam kandungan seorang anak dibiasakan mencintai orang lain, maka ketika lahir, ia pun akan berusaha untuk mencintai orang lain. Apabila sifat-sifat sabar, tawadlu, itsar (mendahulukan orang lain), tabah, pemurah, suka menolong orang lain dan sebagainya dibiasakan, maka ketika anak sudah paham dan mengerti, akhlak-akhlak tadi akan menghiasi kehidupannya. 

b.  Tarbiyah ‘Aqliyyah.

Kata seorang penulis puisi, “Otak tidak diasah, akan tumpul”. Pengasahan otak semenjak kecil akan lebih bagus, ketimbang jika sudah besar. Bagai sebuah pisau, semakin lama waktu mengasahnya, maka akan semakin tajam. Dalam nasyid juga disebutkan, “Belajar diwaktu kecil, bagai mengukir di atas batu”. Tapi seorang ibu juga harus bijaksana dalam hal ini. Jangan sembarangan dalam memberikan buku-buku bacaan, untuk mengasah otak. Cukup banyak buku-buku yang ingin menghancurkan generasi Islam.

c.   Tarbiyah Jasadiyyah.

Pendidikan inilah yang sering mendapat perhatian dan jadi topik pembicaraan para ibu yang baru mempunyai anak. Rangsangan-rangsangan ibu berupa olahraga balita, sangat membantu anak dalam perkembangan tubuhnya. Percepatan proses semenjak si anak tengkurap, merangkak, jalan dan lari, tidak bisa dibiarkan sendiri. Namun bantuan ibu untuk melakuan gerakan-gerakan itu sangatlah dibutuhkan anak. Karena pada hakikatnya, insting yang dimiliki anak belum mampu menjangkau apa yang harus ia lakukan agar bisa berbuat seperti orang dewasa. 

Selain jihad melalui pendidikan sejak masa dini tersebut diatas, perempuan juga dapat melakukan pendidikan dinul Islam kepada murid dimana dia bisa mengajar, di Pondok Pesantren, di sekolah, di TPQ (Taman Pendidikan al Quran, di tempat pengajian, di tempat kursus, di panti asuhan bahkan di tempat mana saja dia bisa berinteraksi dengan masyarakat untuk memberi petunjuk kebenaran.

Ad. 3. Jihad dalam Rumah Tangga

a.       Mendampingi dan taat pada suami.

 Termasuk jihadnya perempuan adalah melakukan kegiatan-kegiatan dengan penuh kesungguhan dan mencurahkan segala kekuatan untuk taat dan menegakkan ajaran Allah di dalam rumah tangga. Allah berfirman dalam Qur an surat al-Ahzab ayat 33:
و قرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الاولى واقمن الصلوات وءاتين الزكوة  اطعن الله ورسوله انما يري الله ليذهب عنكم الرجس اهل البيت و يطهركم تطهيرا  
Artinya: dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[1] dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu[2] dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait[3] dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.


[1]Maksudnya: isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. perintah ini juga meliputi segenap mukminat
[2] Yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad s.a.w. dan yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam
[3]Ahlul bait di sini, Yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah s.a.w.



Suami shaleh kebanyakan dibelakangnya ada istri shalehah. Laki-laki dalam menjalankan tugasnya baik di dalam atau di luar rumah sering mendapat kendala ujian dan cobaan. Kegoncangan jiwanya kadang-kadang tidak mampu mengendalikannya sendiri. Peran dan batuan istri sangat dibutuhkan. 

Istri yang shalehah selalu memberi dorongan untuk terus maju memberi siraman ruhiyyah agar tetap semangat dalam meniti perjuangan hidup, memberi peringatan untuk tetap berjalan di atas syariat Islam. Ketika suami sedang panas tidak selayaknya istri mengompori, tapi berusaha untuk meredam dan mendinginkan agar suami sadar dan sabar. Banyak sekali suami terjerumus ke lembah hina disebabkan istrinya tidak bisa membimbing ke arah yang baik. Juga tidak sedikit suami dulunya kurang baik setelah beristri sholihah justru ia makin membaik.

      Oleh sebab itu, wahai para perempuan shalehah marilah kita dukung suami untuk menjadi suami yang shaleh. Mencurahkan tenaga, pikiran, bahkan nyawa untuk tegaknya Islam di muka bumi dengan tidak membebaninya dengan masalah yang menekan jiwanya.

Semangat di medan dakwah dan juang tetap dikobarkan, diberikan waktu seluas-luasnya pada suami untuk mencurahkan waktu hidupnya untuk perjuangan Islam.

Istri selain sebagai motor bagi suami, ia juga mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap suaminya agar tercipta keluarga-keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah. Di antara kewajiban istri terhadap suami adalah : Taat Suami, Tidak Keluar rumah tanpa idzin suami, Tidak menjauhi tempat tidur suami, Iffah, Qona’ah dan ridlo dengan apa yang Allah berikan.Berhias dan memakai wangi-wangian. Melaksanakan tugas-tugas rumah tangga. Mendidik anak-anak. Berlemah lembut dan berkata-kata manis. Sembilan point ini bila mampu untuk menjalankan semua, Insya Allah suami bahagia di rumah dan semangat di medan dakwah.

b.      Merawat anak-anak

Jihad perempuan yang tidak bisa dilakukan atau digantikan oleh lelaki adalah melahirkan anak, yang diawali dari proses mengandung, melahirkan dan menyusui anak-anak. Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Luqman ayat 14:
ووصينا الانسان بوالديه حملته امه وهنا علي وهن و فصاله في عامين ان اشكر لي و لوالديك الي المصير                                                             

            Artinya:. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
       
         Ketika seorang perempuan sedang hamil, ia sedang mengukir nasib hidup calon anaknya sepanjang hayat, malaikat sedang mencatat nasib kehidupan calon manusia ini, dia bahagia  atau celaka, dia rizkinya banyak atau terhalang, tentang jodohnya, tentang menentuan ajalnya.Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. ” Sesungguhnya setiap orang dihimpun penciptannya di dalam perut (rahim) ibunya, selama empat puluh hari dalam bentuknuthfah (air mani), kemudian menjadi‘alaqah (segumpal darah) dalam masa yang sama, kemudian menjadi mudlghah (segumpal daging) dalam masa yang sama pula, kemudian diutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan ia diperintahkan untuk mencatat empat hal: rizkinya, ajalnya, amalnya, bahagia atai celakanya”.[2]
 
         Dalam masa proses penentuan nasib hidup calon anak ini, peran ibu yang sedang mengandung calon anak ini sangat penting. Perlu jihad seorang Ibu. Ia harus berjuang sekuat tenaga agar anak ini nasibnya baik dan bahagia dunia akhirat. Dengan bermunajat kepada Allah, shalat tahajjud, berdoa memohon kepada Allah, berdzikir, membaca Qur an, berprilaku baik, berjiwa baik, berhati ikhlas, tawakkal, ridla, dan roja’ (penuh harap) kepada Allah, dermawan, agar catatan nasib kehidupan (qadla’ Allah) terhadap anak ini baik.
                    
             Dalam merawat anak ini, perempuan perlu dibekali dengan ilmu yang memadai tentang agama, kejiwaan, perkembangan anak, gizi, dan lainnya, agar anak tumbuh kembang menjadi anak yang shaleh shalehah, berkualitas jasmani dan rohaninya. Karena masa pembentukan dan masa yang paling menentukan adalah masa perawatan anak ini. Jika terlewat, tidak mendapat perhatian dan
perawatan yang baik, maka akan kehilangan masa emas untuk mempersiapkan masa depan anak yang gemilang.


[1]Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.

[2]Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Mukhtar al- ahadits al-Nabawiyyah, Bandung: Sinar Baru Algensindo, h.983.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar