10
Proses Menjadi Seorang Mu’min Yang Sempurna
Nabi
Saw. besabda:
ﻻ
ﻴﻛﻭﻥ ﺍﻟﻌﺑﺩ ﻔﻲ ﺍﻟﺴﻣﺎﺀ ﻭ ﻻ ﻔﻲ ﺍﻷﺮﺽ ﻤﺆﻤﻧﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﻭﺻﻭﻻ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻭﺻﻭﻻ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ
ﻤﺴﻠﻤﺎ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻤﺴﻠﻤﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﺴﻟﻡ ﺍﻠﻨﺎﺲ ﻤﻥ ﻴﺪﻩ ﻮ ﻟﺴﺎﻨﻪ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻤﺴﻠﻤﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﻛﻮﻦ
ﻋﺎﻠﻤﺎ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻋﺎﻠﻤﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﺒﺎﻟﻌﻟﻡ ﻋﺎﻤﻼ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﺒﺎﻟﻌﻟﻡ ﻋﺎﻤﻼ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﺯﺍﻫﺩﺍ ﻭ
ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﺯﺍﻫﺩﺍ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﻮﺭﻋﺎ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻮﺭﻋﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﻤﺘﻭﺍﺿﻌﺎ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻤﺘﻭﺍﺿﻌﺎ ﺤﺗﻰ
ﻴﻜﻭﻦ ﻋﺎﺮﻔﺎ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻋﺎﺮﻔﺎ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﻋﺎﻘﻼ ﻔﻰ ﺍﻟﻛﻼﻡ .
“Tidaklah seorang hamba
-di langit maupun di bumi- di sebut seorang mu’min, sebelum ia (1) menjadi
orang yang banyak bersilaturrahim. Dia tidak menjadi orang yang
bersilaturrahim, sebelum dia (2) muslim. Dia tidak menjadi orang muslim,
sebelum (3) orang lain merasa aman dari tangan dan lidahnya. Dia tidak menjadi
muslim, sebelum dia (4) alim. Dia tidak menjadi alim sebelum dia (5) mengamalkan
ilmunya. Dia tidak mengamalkan ilmunya sebelum dia (6) zuhud. Dia tidak menjadi zuhud, sebelum dia (7)
menjadi orang wara’. Dia tidak akan menjadi orang wara’, sebelum dia (8) bersikap
tawadhu’. Dia tidak menjadi orang yang tawadhu’, sebelum dia (9) mengenal
dirinya sendiri. Dia tidak mampu mengenali dirinya sendiri, sebelum dia (10) berfikir
dalam berbicaranya”.
tentang:
J
orang
yang banyak bersilaturrahim
yaitu orang yang
menyambung tali kekeluargaan, persahabatan, pertemanan, dan sejenisnya, dengan
tujuan ridha Allah Swt.
J
orang
lain merasa aman dari tangan dan lidahnya
yaitu kapan pun di
manapun orang mu’min tersebut berada, maka tidak ada orang yang terdhalimi
dengan keberadaannya.
Ketiadaannya banyak orang
merasa kehilangan, keberadaannya dinanti, ditunggu sebab banyak memberikan
manfaat bagi orang lain terutama ilmu Islamnya yang menjadi pencerah kehidupan
orang yang ada di sekitarnya.
J
mengamalkan
ilmu
seseorang bertindak melakukan
sesuatu, bisa jadi karena pemahamannya tentang sesuatu itu mendorong untuk di
lakukan. Sedang pemahamannya, ada karena pengetahuannya. Maka pengetahuan yang
berupa ilmu Islam (taat kepada Allah Swt) setiap kali ia dapatkan (memahaminya),
ia akan mempraktekkannya. Bahkan setelah praktek tersebut, ia sebarkan (ajarkan)
kepada muslim yang lain.
J
zuhud
zuhud terdiri dari 3 huruf,
yaitu za’, ha’, dab dzal.
Za’ menunjukkan Zaaadun
Lil Ma’aad (bekal menuju akhirat), yaitu bekal taqwa kepada Allah Swt.
Ha’ menunjukkan Hidayah
menuju agama, yaitu bimbingan agar berada pada jalan agama Islam.
Dan huruf Dzal,
menunjukkan dawaam ‘alath Thaa’ah (konsisten melakukan taat kepada Allah),
yaitu langgeng berada pada ketaatan, senantiasa berada dalam keadaan taat
kepada Allah dan menjauhi segala larangannya.
J
wara’
adalah menjaga dan
menghindari dari hal-hal yang di haramkan, kemudian di gunakan juga untuk
menghindari diri dari yang makruh dan mubah.
Jadi, aktivitas orang
yang wara’ (dan disebut dengan istilah wira’i) adalah kegiatan yang bersifat wajib
dan sunnah (yang terbaik saja).
J
orang
yang tawadhu’ (rendah hati)
Sehubungan dengan
tawadhu’, Anas bin Malik mengatakan:
Rasulullah Saw. suka: menjenguk
orang sakit, mengantarkan jenazah, menunggangi keledai dan menghadiri undangan
dari hamba sahaya
diriwayatkan, bahwa Nabi
Saw. bersabda (yang artinya):
”Barang
siapa yang baik rupanya, berkedudukan yang mengharumkannya, serta rendah hati
(tawadhu’), maka dia termasuk orang dekat dengan Allah pada hari kiamat”. (H.R. Abu Nu’aim)
J
Menjadi
orang yang arif binafsihi (mengenali dirinya sendiri)
Bagaimana kita mengenali
diri sendiri?
Mari kita kembalikan
pertanyaan dan persoaln ini kepada al Qur’an. Karena disanalah kita akan
menemukan konsep jati diri yang sebenarnya menurut Islam.
Secara umum konsep ini
selalu dikaitkan dengan 3 pertanyaan ini.
1. Siapa saya?
2. Saya dari mana?
3. Untuk apa?
4. Dan mau kemana?
Siapa
saya? Dan dari mana?
Dalam
al Qur’an surat As-Sajdah ayat 7-9, Allah berfirman:
üÏ%©!$# z`|¡ômr& ¨@ä. >äóÓx« ¼çms)n=yz ( r&yt/ur t,ù=yz Ç`»|¡SM}$# `ÏB &ûüÏÛ ÇÐÈ
“yang membuat segala sesuatu yang
Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.”
¢OèO @yèy_ ¼ã&s#ó¡nS `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ä!$¨B &ûüÎg¨B ÇÑÈ
“kemudian Dia menjadikan
keturunannya dari saripati air yang hina.”
¢OèO çm1§qy yxÿtRur ÏmÏù `ÏB ¾ÏmÏmr ( @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur 4 WxÎ=s% $¨B crãà6ô±n@ ÇÒÈ
“kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur.”
Untuk
apa?
Dalam
al Qur’an surat Adz-Dzarriyyat ayat 56, Allah berfirman:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
“dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Dan Al-Baqarah ayat 30:
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
30. ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Dan mau
kemana?
Dalam
al Qur’an surat As-Sajdah ayat 19-20, Allah berfirman:
$¨Br& tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# öNßgn=sù àM»¨Zy_ 3urù'yJø9$# KwâçR $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷èt ÇÊÒÈ $¨Br&ur tûïÏ%©!$# (#qà)|¡sù ãNßg1urù'yJsù â$¨Y9$# ( !$yJ¯=ä. (#ÿrß#ur& br& (#qã_ãøs !$pk÷]ÏB (#rßÏãé& $pkÏù @Ï%ur öNßgs9 (#qè%rè z>#xtã Í$¨Z9$# Ï%©!$# OçFZä. ¾ÏmÎ/ cqç/Éjs3è? ÇËÉÈ
Adapun orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, Maka bagi mereka jannah tempat kediaman, sebagai pahala
terhadap apa yang mereka kerjakan.
dan Adapun orang-orang yang Fasik
(kafir) Maka tempat mereka adalah Jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar
daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka:
"Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya."
J
Adapun
selalu mengfungsikan akal (berfikir) dalam berbicara
Kecenderungan untuk
berbicara tanpa berfikir dahulu terwujud melalui banyak cara.
Biasanya itu terjadi
ketika pikiran sedang reaktif.
Bila lawan bicara menjadi
sasaran dialog yang tidak membuat terdengar nyaman, biasanya dia membalas
dengan kata-kata yang bisa berkembang menjadi pertengkaran atau adu argumentasi
yang berujung pada debat kusir.
Sungguh penting diam sejenak tanpa
berkata-kata setelah orang lain selesai bicara, agar kita pada gilirannya, bisa
befikir sebelum berbicara. Yang penting sudah berusaha ramah, penuh perhatian,
dan tidak menjadikan diri kita sebagai penghalang.
Wallaahu A’lam..