Senin, 02 Februari 2015

10 Proses Menjadi Seorang Mu’min Yang Sempurna

10 Proses Menjadi Seorang Mu’min Yang Sempurna
Nabi Saw. besabda:
ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﺍﻟﻌﺑﺩ ﻔﻲ ﺍﻟﺴﻣﺎﺀ ﻭ ﻻ ﻔﻲ ﺍﻷﺮﺽ ﻤﺆﻤﻧﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﻭﺻﻭﻻ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻭﺻﻭﻻ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﻤﺴﻠﻤﺎ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻤﺴﻠﻤﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﺴﻟﻡ ﺍﻠﻨﺎﺲ ﻤﻥ ﻴﺪﻩ ﻮ ﻟﺴﺎﻨﻪ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻤﺴﻠﻤﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﻛﻮﻦ ﻋﺎﻠﻤﺎ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻋﺎﻠﻤﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﺒﺎﻟﻌﻟﻡ ﻋﺎﻤﻼ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﺒﺎﻟﻌﻟﻡ ﻋﺎﻤﻼ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﺯﺍﻫﺩﺍ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﺯﺍﻫﺩﺍ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﻮﺭﻋﺎ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻮﺭﻋﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﻤﺘﻭﺍﺿﻌﺎ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻤﺘﻭﺍﺿﻌﺎ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﻋﺎﺮﻔﺎ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﻭ ﻻ ﻴﻛﻭﻥ ﻋﺎﺮﻔﺎ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﺤﺗﻰ ﻴﻜﻭﻦ ﻋﺎﻘﻼ ﻔﻰ ﺍﻟﻛﻼﻡ .
“Tidaklah seorang hamba -di langit maupun di bumi- di sebut seorang mu’min, sebelum ia (1) menjadi orang yang banyak bersilaturrahim. Dia tidak menjadi orang yang bersilaturrahim, sebelum dia (2) muslim. Dia tidak menjadi orang muslim, sebelum (3) orang lain merasa aman dari tangan dan lidahnya. Dia tidak menjadi muslim, sebelum dia (4) alim. Dia tidak menjadi alim sebelum dia (5) mengamalkan ilmunya. Dia tidak mengamalkan ilmunya sebelum dia (6)  zuhud. Dia tidak menjadi zuhud, sebelum dia (7) menjadi orang wara’. Dia tidak akan menjadi orang wara’, sebelum dia (8) bersikap tawadhu’. Dia tidak menjadi orang yang tawadhu’, sebelum dia (9) mengenal dirinya sendiri. Dia tidak mampu mengenali dirinya sendiri, sebelum dia (10) berfikir dalam berbicaranya”.
tentang:
J  orang yang banyak bersilaturrahim
yaitu orang yang menyambung tali kekeluargaan, persahabatan, pertemanan, dan sejenisnya, dengan tujuan ridha Allah Swt.
J  orang lain merasa aman dari tangan dan lidahnya
yaitu kapan pun di manapun orang mu’min tersebut berada, maka tidak ada orang yang terdhalimi dengan keberadaannya.
Ketiadaannya banyak orang merasa kehilangan, keberadaannya dinanti, ditunggu sebab banyak memberikan manfaat bagi orang lain terutama ilmu Islamnya yang menjadi pencerah kehidupan orang yang ada di sekitarnya.
J  mengamalkan ilmu
seseorang bertindak melakukan sesuatu, bisa jadi karena pemahamannya tentang sesuatu itu mendorong untuk di lakukan. Sedang pemahamannya, ada karena pengetahuannya. Maka pengetahuan yang berupa ilmu Islam (taat kepada Allah Swt) setiap kali ia dapatkan (memahaminya), ia akan mempraktekkannya. Bahkan setelah praktek tersebut, ia sebarkan (ajarkan) kepada muslim yang lain.
J  zuhud
zuhud terdiri dari 3 huruf, yaitu za’, ha’, dab dzal.
Za’ menunjukkan Zaaadun Lil Ma’aad (bekal menuju akhirat), yaitu bekal taqwa kepada Allah Swt.
Ha’ menunjukkan Hidayah menuju agama, yaitu bimbingan agar berada pada jalan agama Islam.
Dan huruf Dzal, menunjukkan dawaam ‘alath Thaa’ah (konsisten melakukan taat kepada Allah), yaitu langgeng berada pada ketaatan, senantiasa berada dalam keadaan taat kepada Allah dan menjauhi segala larangannya.
J  wara’
adalah menjaga dan menghindari dari hal-hal yang di haramkan, kemudian di gunakan juga untuk menghindari diri dari yang makruh dan mubah.
Jadi, aktivitas orang yang wara’ (dan disebut dengan istilah wira’i) adalah kegiatan yang bersifat wajib dan sunnah (yang terbaik saja).
J  orang yang tawadhu’ (rendah hati)
Sehubungan dengan tawadhu’, Anas bin Malik mengatakan:
Rasulullah Saw. suka: menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, menunggangi keledai dan menghadiri undangan dari hamba sahaya
diriwayatkan, bahwa Nabi Saw. bersabda (yang artinya):
”Barang siapa yang baik rupanya, berkedudukan yang mengharumkannya, serta rendah hati (tawadhu’), maka dia termasuk orang dekat dengan Allah pada hari kiamat”. (H.R. Abu Nu’aim)
J  Menjadi orang yang arif binafsihi (mengenali dirinya sendiri)
Bagaimana kita mengenali diri sendiri?
Mari kita kembalikan pertanyaan dan persoaln ini kepada al Qur’an. Karena disanalah kita akan menemukan konsep jati diri yang sebenarnya menurut Islam.
Secara umum konsep ini selalu dikaitkan dengan 3 pertanyaan ini.
1.    Siapa saya?
2.    Saya dari mana?
3.    Untuk apa?
4.    Dan mau kemana?
Siapa saya? Dan dari mana?
Dalam al Qur’an surat As-Sajdah ayat 7-9, Allah berfirman:
üÏ%©!$# z`|¡ômr& ¨@ä. >äóÓx« ¼çms)n=yz ( r&yt/ur t,ù=yz Ç`»|¡SM}$# `ÏB &ûüÏÛ ÇÐÈ  
“yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.”
¢OèO Ÿ@yèy_ ¼ã&s#ó¡nS `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ä!$¨B &ûüÎg¨B ÇÑÈ  
“kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.”
¢OèO çm1§qy yxÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ¾ÏmÏmr ( Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur 4 WxÎ=s% $¨B šcrãà6ô±n@ ÇÒÈ  
“kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”
Untuk apa?
Dalam al Qur’an surat Adz-Dzarriyyat ayat 56, Allah berfirman:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Dan Al-Baqarah ayat 30:
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Dan mau kemana?
Dalam al Qur’an surat As-Sajdah ayat 19-20, Allah berfirman:
$¨Br& tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# öNßgn=sù àM»¨Zy_ 3urù'yJø9$# KwâçR $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÒÈ   $¨Br&ur tûïÏ%©!$# (#qà)|¡sù ãNßg1urù'yJsù â$¨Y9$# ( !$yJ¯=ä. (#ÿrߊ#ur& br& (#qã_ãøƒs !$pk÷]ÏB (#rßÏãé& $pkŽÏù Ÿ@ŠÏ%ur öNßgs9 (#qè%rèŒ z>#xtã Í$¨Z9$# Ï%©!$# OçFZä. ¾ÏmÎ/ šcqç/Éjs3è? ÇËÉÈ  
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Maka bagi mereka jannah tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang mereka kerjakan.
dan Adapun orang-orang yang Fasik (kafir) Maka tempat mereka adalah Jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya."
J  Adapun selalu mengfungsikan akal (berfikir) dalam berbicara
Kecenderungan untuk berbicara tanpa berfikir dahulu terwujud melalui banyak cara.
Biasanya itu terjadi ketika pikiran sedang reaktif.
Bila lawan bicara menjadi sasaran dialog yang tidak membuat terdengar nyaman, biasanya dia membalas dengan kata-kata yang bisa berkembang menjadi pertengkaran atau adu argumentasi yang berujung pada debat kusir.
Sungguh penting diam sejenak tanpa berkata-kata setelah orang lain selesai bicara, agar kita pada gilirannya, bisa befikir sebelum berbicara. Yang penting sudah berusaha ramah, penuh perhatian, dan tidak menjadikan diri kita sebagai penghalang.
Wallaahu A’lam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar