Rabu, 01 Januari 2014


EFEKTIVITAS PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN ILMU AGAMA DAN UMUM DI PESANTREN HIDAYATULLAH SURABAYA

Mihmidaty ya’cub

      Abstrak: Penelitian tentang penerapan contextual teaching and learning(CTL)  dalam pembelajaran ilmu agama dan umum di pondok pesantren Hidayatullah Suirabaya bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara guru di pondok pesantren ini menerapkan model pembelajaran contextual teaching and learning dengan tujuh komponennya yaitu konstruktifisme (constructivism), bertanya (question), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment), dan efektifitas penerapannya berupa kemampuan siswa menguasai ilmu agama dan umum. Jenis penelitian ini digunakan diskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah semua santri PP Hidayatullah 155 orang dan semua guru/ ustadz berjumlah 61orang. Sampel purposive digunakan untuk penentuan responden dari santri/siswa yaitu kelas II SMU saja (14 orang), sedangkan untuk guru, populasinya dijadikan responden. Teknik pengumpulan data digunakan angket dan observasi untuk guru dan test untuk siswa/santri.Hasil penelitian menunjukkan bahwa para guru yang mengajar ilmu agama dan umum di PP. Hidayatullah Surabaya telah melaksanakan contextual teaching and learning(CTL) dalam pembelajarannya, dengan menerapkan tujuh komponen tersebut diatas. Dan hasil test kemampuan siswa/santri dalam ilmu agama adalah baik sekali dengan nilai prestasi rata-rata kelas 8 (delapan) dan hasil test kemampuan mereka dalam ilmu umum adalah cukup dengan nilai prestasi rata-rata kelas 6,5(enam komaa lima). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan contextual teaching and learning(CTL) dalam pembelajaran ilmu agama dan umum di PP.Hidayatullah sudah efektif, terutama dalam pembelajaran agama.

Kata Kunci: Penerapan contextual teaching and learning(CYL) di pondok pesantren.

PENDAHULUAN
      Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang pada masa awalnya menggunakan system pendidikan yang masih tradisional, tempat belajarnya di masjid, materi yang dipelajari khusus pelajaran agama Islam, gurunya kiai/ustadz, kurikulumnya dari kitab kuning saja.[1]
         Namun pada perkembangannya dilapangan dewasa ini pondok pesantren telah banyak yang berubah menjadi pondok pesantren modern, dalam arti telah ada lembaga pendidikan formal, baik berupa madrasah di bawah naungan Departemen Agama maupun sekolah umum dibawah Departemen Pendidikan Nasional.[2] Bahkan telah mengakses peralatan dan pendekatan pembelajaran modern dewasa ini. Sehingga pondok pesantren berhasil mencetak para kader penerus perjuangan bangsa dalam semua bidang kahidupan.              
      Di sisi lain, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam dunia pendidikan muncul pula teori-teori baru tentang model-model pembelajaran produktif antara lain adalah contextual teaching and learning(CTL) yaitu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.[3]
            Pengertian tersebut memberi isyarat bahwa belajar bukan hanya sekedar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga untuk mempersiapkan siswa meraih kesuksesan dalam kehidupannya kelak. Untuk ini maka dalam proses belajar mengajar senantiasa mengaitkan dengan kahidupan nyata dan lebih mengaktifkan siswa. Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai rangkaian fakta-fakta yang harus dihafal, kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber utama ilmu pengetahuan, ceramah menjadi pilihan utama strategi pembelajaran.
         Untuk mengaktifkan dan lebih memberdayakan siswa, maka mutlak diperlukan adanya perubahan strategi belajar yang tidak hanya mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi juga mendorong mereka mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Dengan strategi CTL ini siswa diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”. Siswa belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksikan, kemudian  memberi makna pada pengetahuan itu untuk mencocokkan masalah dalam kehidupannya. Tugas guru mengatur strategi belajar membantu mengembangkan pengetahuan lama dan baru dan menfasilitasi belajar.
         Dalam penerapannya, contextual teaching and learning(CTL) ini melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif ya’ni konstruktifisme (constructivism), bertanya (question), menemukan (inquiry),masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).[4]
        Konstruktifisme (constructivism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperkuat melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.[5]
       Dengan dasar ini, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “menerima”. Pada umumnya cara merealisasi komponen ini dalam pembelajaran adalah dengan merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide dan sebagainya.
       Sedangkan komponen CTL questioan atau bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang bernasis CTL. Semua ilmu pengatahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Salah satu faktor psikologi yang mendorong seseorang untuk belajar adalah adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.[6]
        Komponen  ini diterapkan di kelas dengan kegiatan bertanya antara siswa dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Aktivitas bertanya juga terjadi ketika berdiskusi, bekerja kolompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya.
         Adapun inquiry atau menemukan, merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan dari hasil menemukan sendiri. Keaktifan belajar akan terjadi apabila siswa aktif mengalami sendiri. Belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa . mereka terlibat langsung, mengamati, menghayati dan terlibat langsung dalam perbuatan serta bertanggung jawab terhadap hasilnya, guru sebagai pembimbing dan pengarah.[7]
          Dalam rangka merealisasikan koponen inquiry ini di kelas, guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan materi yang diajarkan. Siklus inquiry pada umumnya meliputi : observasi, bertanya, mengajukan dugaan (hipothesis), pengumpulan data dan penyimpulan.
       Learning community atau masyarakat belajar yang merupakan salah satu komponen dari CTL tersebut diatas, konsepnya adalah “menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain”.[8] Hal ini bisa berbentuk belajar dalam kelompok. Kelompok siswa ini bisa bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang “ahli” ke kelas.
    Model pembelajaran sebagaimana tersebut diatas dapat mendorong siswa berfikir kritis, siswa mengekpresikan pendapatnya secara bebas, siswa menyumbangkan buah pikirannya untuk memecahkan masalah dan mengambil satu alternative jawaban atau lebih dengan seksama.[9] Hal ini akan mengembangkan daya piker siswa dan kepekaan terhadap situasi kehidupan dimana ia berada.
     Selanjutnya adalah komponen CTL berupa modeling atau pemodelan, maksudnya dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru dan diamati siswa.[10] Belajar dengan cara ini hasilnya lebih melekat dalam diri siswa dan lebih mudah diterapkan dalam kehidupan, misalnya belajar sholat dengan ceramah dan menghafal, belum dapat mengerjakan sholat , dan yang meniru model, akan sebaliknya. Yang bertindak sebagai model, bisa guru, seorang siswa, beberapa siswa, seorang ahli yang didatangkan di kelas, masyarakat, dan lain-lain.
         Komponen CTL berikutnya adalah reflection atau refleksi, adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu.[11] Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Dengan kata lain refleksi adalah merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
            Dalam penerapannya, guru agar memberi dorongan dan kesempatan kepada siswa  
agar mereka melakukan refleksi, berupa respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima, pernyataan langsung tentang pelajaran, kesan dan saran, diskusi, siswa menyampaikan hasil karya, dan lain-lain.
            Adapun komponen CTL yang terakhir adalah authentic assessment atau penilaian sebenarnya, adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaraan perkembangan belajar siswa. Hal ini perlu dipantau  di sepanjang proses pembelajaran, tidak hanya diakhir periode (cawu/ semester), tetapi bersamaan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran, melalui “pengumpulan kertas kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance) dan test tulis (paper and pen)”[12]
         Hal tersebut memberi isyarat pada para pendidik agar dapat melaksanakan penilaian dengan didukung data yang valid, reliable dan menyeluruh, sehingga hasil yang diperoleh dari penilaian kelas CTL dapat memenuhi sasaran untuk mencapai tujuan pendidikan dengan sebaik-baiknya.
    Model pembelajaran  CTL dengan tujuh komponennya yang telah diuraikan diatas, bagaimana penerapannya di PP Hidayatullah Surabaya yang dilaksanakan oleh para guru/ ustadznya dan bagaimana hasilnya, mengingat bahwa pondok pesantren ini adalah termasuk pondok pesantren modern, dalam arti telah didirikan lembaga pendidikan agama dan umum didalamnya dalam bentuk full day school tingkat SD, SLTP dan SLTA, merupakan lembaga pendidikan Islam yang menjadi tumpuan harapan masyarakat yang menyekolahkan anaknya untuk mendalami ilmu-ilmu agama dalam rangka mempersiapkan kebahagiaan akhirat dan ilmu-ilmu umum guna mempersiapkan kebahagiaan dunia.
            Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui penerapan dan efektifitas dari model CTL di PP. Hidayatullah dalam mempersiapkan santri menguasai ilmu agama dan umum. Sedangkan tujuan secara khusus adalah untuk mengetahui cara guru menerapkan CTL dalam pembelajaran ilmu-ilmu agama dan umum serta hasil penerapannya dalam pembelajaran ilmu-ilmu agama dan umum pula.
            Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan moril/ spirituil kepada para pendidik di PP Hidayatullah maupun di sekolah atau madrasah pada umumnya untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar dengan menerapkan model CTL dalam pembelajaran ilmu agama dan umum sehingga dapat menseimbangkan antara kepentingan duniawi dan ukhrowi untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang sebaik-baiknya. Dan juga dapat menambah teori-teori mengenai penerapan model pembelajaran CTL di pondok pesantren dan efektifitasnya dalam pembelajaran ilmu agama dan umum, yang mana CTL ini sedang gencar-gencarnya dibahas dalam dunia pendidikan. Kemudian teori-teori tersebur dapat menjadi bahan untuk diuji kebenarannya di kemudian hari seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan sekaligus dapat menambah bahan kepustakaan tentang CTL di pondok pesantren.
METODOLOGI PENELITIAN.
       Variabel yang merupakan obyek atau sasaran dalam penelitian ini adalah:1. Variabel bebas (independent variable), terdiri dari a. Cara guru menerapkan CTL dalam pembelajaran ilmu agama. b. Cara guru menerapkan CTL dalam pembelajaran ilmu umum. 2. Variabel tergantung (dependen variable) yaitu: a. Hasil penerapan CTL dalam pembelajaran ilmu agama. b. Hasil penerapan CTL dalam pembelajarana ilmu umum.
            Jenis data yang ingin diperoleh dalam penelitian unu adalah: 1. Cara guru menerapkan CTL dalam pembelajaran ilmu agama dengan tujuh komponennya. 2. Cara guru menerapkan CTL dalam pembelajaran ilmu umum dengan tujuh komponennya. 3. Hasil penerapan CTL dalam pelajaran agama: a. Aqidah/ tauhid. b. Syari’ah/ ibadah. c. Bahasa Arab. 4. Hasil penerapan CTL dalam pelajaran umum: a. IPA. b. IPS. c. Bahasa Inggris. .
            Sumber data dalam penelitian ini adalah semua (populasi) guru/ ustadz bidang studi, karena jumlahnya hanya 61 orang, memungkinkan untuk dijadikan responden semuanya.
Sedangkan untuk siswa menggunakan sample purposive, dengan mengambil orang-orang yang dipilih menurut cirri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sample itu sehingga relevan dengan desain penelitian, yaitu siswa kelas II SMU saja, karena dianggap sudah menguasai pelajaran-pelajaran agama dan umum pada kelas sebawahnya, yang berjumlah 14 orang.
            Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan: 1. Angket untuk memperolah data dari guru tentang cara penerapan CTL dalam pembelajaran ilmu agama dan umum.2. Intervew dan observasi digunakan sebagai pelengkap angket, dalam arti bila ada hal-hal yang perlu penjelasan atau pengamatan langsung. 3. Test digunakan untuk memperoleh data tantang hasil penerapan CTL dalam pembelajaran ilmu agama dan umum.
            Analisa datanya menggunakan analisa kuantitatif, baik untuk hasil angket, interview, obserfasi maupun hasil test.
 Desain analisanya adalah  menghubungkan kesimpulan dari cara guru menerapkan komponen CTL dalam pelajaran agama (X) dengan kesimpulan kemampuan santri/ siswa dalam pelajaran agama (X1), dan menghubungkan kesimpulan dari cara guru menerapkan komponen CTL dalam pelajaran umum (Y) dengan kesimpulan kemampuan santri/ siswa dalam pelajaran umum (Y1). Apabila guru telah melaksanakan komponen CTL dan kemampuan atau pestasi belajar santri/ siswa baik sekali, baik atau cukup ( tidak kurang dan gagal), berarti penerapan komponen CTL sudah efektif, dan sebaliknya.
            Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: A. Ha: 1. Para guru agama PP.Hidayatullah telah menerapkan model pembelajaran CTL dengan tujuh komponennya. 2. Para guru umum PP.Hidayatullah telah menerapkan model pembelajaran CTL dengan tujuh komponennya. 3. Penerapan CTL di PP Hidayatullah dalam pembelajaran ilmu agama sudah efektif, dibuktikan dengan para guru agama.telah menerapkan komponen CTL dan hasil prestasi belajarnya baik sekali, baik atau cukup. 4. Penerapan CTL di PP.Hidayatullah dalam pembelajaran ilmu umum sudah efektif, dibuktikan dengan para guru umum telah menerapkan komponen CTL dan hasil prestasi belajarnya baik sekali, baik atau cukup. B. Ho: 1. Para guru agama PP Hidayatullah belum menerapkan model pembelajaran CTL dengan tujuh komponennya. 2. Para guru umum PP Hidayatullah belum menerapkan model pembelajaran CTL dengan tujuh komponennya. 3. Penerapan CTL di Pp Hidayatullah dalam pembelajaran agama belum efektif, dibuktikan dengan para guru  menerapkan CTl tetapi prestasi belajar siswanya kurang atau gagal. 4. Penerapan CTL di PP.Hidayatullah dalam pembelajaran ilmu umum belum efektif, dibuktikan dengan para guru  menerapkan CTL tetapi prestasi belajar siswanya kurang atau gagal.
HASIL PENELITIAN
            pertama adalah cara guru menerapkan model pembelajaran CTL dalam pembelajaran ilmu agama dengan tujuh komponennya. Responden guru bidang studi agama berjumlah 29 orang.
Dalam penerapan komponen constructivism, 26 orang(89,65%) menyatakan dengan praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis tugas, mendemonstrasikan suatu materi dan menciptakan idea, 2 orang (6,90%) sama dengan di atas tanpa menciptakan idea, dan 1 orang (3,45%) dengan praktek mengerjakan sesuatu dan menulis tugas saja.
Sedangkan dalam penerapan komponen question, 25 orang (86,20%) dengan nertanya antara siswa dengan siswa (ketika diskusi dan kerja kelompok) dan antara siswa dengan guru, dan 4 orang (13.80%) dengan bertanya antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru dan guru dengan siswa. Dan dalam penerapan komponen inquiry, 20 orang guru (68,97%) menyatakan dengan cara observasi, bertanya, mengumpulkan data dan menyimpulkan, 9 orang (31.03%)  dengan cara bertanya, mengumpulkan data dan menyimpulkan.
Adapun penerapan komponen learning community, 18 orang (62,07%) menyatakan dengan pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar dan bekerja dengan kelas sederajat, 7orang (24,13%) sama dengan atas ditambah dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas, dan 4 orang (13.80%) dengan pembentukan kelompok, bekerja dengan kelas sederajat dan belajar dengan masyarakat. Sedangkan penerapan komponen modeling, 22 orang (75,87%) menyatakan guru sebagai model memberi contoh tentang materi pelajaran, satu siswa dijadikan model mempraktekkan materi pelajaran dan beberapa siswa diminta mendemonstrasikan sesuatu, dan 7 orang (24,13%) menyatakan sama dengan diatas ditambah dengan mendatangkan ahli sebagai model di kelas.
Dan untuk penerapan komponen reflection, 21 orang (72.42%) menyatakan siswa menyampaikan respon terhadap pengetahuan yang baru diterima, diskusi dan siswa menyampaikan hasil karyanya, 5 orang (17,23%) menyatakan sama dengan tersebut diatas tanpa diskusi, 3 orang (10,35%) menyatakan siswa mwnyampaikan respon terhadap pengetahuan yang baru diterima saja. Kemudian dalam penerapan komponen authentic assessment, 24 orang (82,77%) menyatakan penilaian dilaksanakan selama proses pembelajaran dan sesudahnya, yang dinilai pengetahuan dan ketrampilan, secara berkesinambungan dan terintegrasi, dan 5 orang (17,23) menjawa seperti diatas tanpa terintegrasi.
Kedua adalah cara guru menerapkan model pembelajaran CTL dalam pembelajaran ilmu umum dengan tujuh komponennya. Responden guru bidang studi umum berjumlah 32 orang.
Cara guru menerapkan komponen constructivism dalam pelajaran ilmu umum di kelas, 20 orang (62,50%) menyatakan dengan praktek mengerjakan sesuatu, menulis tugas/karangan dan mendemonstrsikan suatu materi. Sedangkan yang 12 orang (37,50%) menyatakan sama dengan tersebut diatas, ditambah dengan menciptakan ide dan berlatih secara fisik.
Adapun dalam penerapan komponen question, 23 orang (71,87%) melaksanakan dengan cara bertanya antara siswa dengan siswa (ketika diskusi dan kerja kelompok) dan antara siswa dengan guru. 9 orang (28,13%) menyatakan sama dengan tersebut diatas di tambah dengan antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Sedangkan penerapan komponen inquiry, 26 orang (81,25%) menyatakan dengan cara observasi bertanya, mengumpulkan data dan menyimpulkan. 4 orang (12,50%) menjawab sama dengan diatas, ditambah mengajukan dugaan. Dan 2 orang yang lain (6,25%) menjawab dengan bertanya, mengajukan dugaan dan mengumpulkan data.
Sedangkan dalam penerapan komponen learning community, 23 orang (71.87%) menjawab dengan pembentukan kelompok kecil dan kelompok besar dan bekerja dengan kelas sederajat. Dan 9 orang (28,13%) menjawab sama dengan diatas, ditambah dengan mendatangkan ahli ke kelas. Adapun penerapan koponen modeling, 23 orang (71,87%) menjawab guru sebagai model memberi contoh tentang materi pelajaran, satu siswa dijadikan model untuk praktek materi pelajaran dan beberapa siswa diminta mendemonstrasikan sesuatu. Dan 9 orang (28.13%) menjawab sama dengan dengan diatas, di tambah dengan mendatangkan ahli atau orang lain sebagai model di kelas.
Dalam penerapan komponen reflection , 21 orang (65,62%) menyatakan siswa menyampaikan respon terhadap aktivitas atau pengetahuan yang diterima, pernyataan langsung tentang pelajaran yang diperoleh, diskusi, dan siswa menyampaikan hasil karyanya. 7 orang (21,88%) menyatakan sama dengan tersebut diatas, tanpa menyampaikan hasil karya. Dan 4 orang (12,50%) menyatakan siswa menyampaikan pernyataan langsung tentang pelajaran yang diperoleh dan menyampaikan hasil karyanya.
Dan dalam penerapkan komponen authentic Assessment adalah 21 orang (65,62%) menjawab penilaian dilaksanakan selama proses pembelajaran dan sesudahnya, yang dinilai pengetahuan dan ketrampilan, penilaian berkesinambungan dan terintegarasi. 6 orang (18,75%) menjawab sama dengan diatas tanpa menilai pengetahuan dan ketrampilan. Dan 5 orang (15,62%) menjawab penilaian dilaksanakan selama proses pembelajaran dan sesudahnya, yang dinilai pengetahuan dan ketrampilan, dan berkesinambungan.
Ketiga adalah hasil test kemampuan siswa dalam pelajaran agama dan umum.


PEMBAHASAN
I. Hasil angket, interview dan observasi
a. Tentang cara guru menerapkan model pembelajaran CTL dalam pembelajaran ilmu-ilmu agama dan umum dengan tujuh komponennya:
 Sebagian besar guru agama menerapkan komponen CTl  construktivism dengan praktek mengerjakan suatu materi pelajaran, berlatih secara fisik, menulis karangan/ tugas, mendemonstrasikan suatu materi, dan menciptakan ide. Sedangkan penerapannya dalam pelajaran umum adalah juga demikian, hanya dalam berlatih secara fisik dan menciptakan ide kurang menyeluruh. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa guru pengajar materi agama dan umum telah melaksanakan komponen ini dalam CTL. seperti tersebut diatas.
 Pada umumnya guru agama menerapkan komponen inquiry dalam CTL ini dengan cara mengajak siswa/santri melakukan observasi, bertanya, mengumpulkan data dan menyimpulkan. Dan guru materi umum juga menerapkan hal yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa guru di PP Hidayatullah telah menerapkan komponen ini dalam proses pembelajarannya dengan tindakan tersebut diatas.
 Guru agama dan umum sama, sebagian besar menerapkan komponen question dalam pembelajarannya dengan cara mengkondisikan siswa bertanya dengan siswa yang lain ( ketika diskusi, kerja kelompok dan lain-lain) dan bertanya antara siswa dengan guru.
Dalam penerapan komponen learning community juga demikian antara guru agama dan umum sama yaitu dengan cara membentuk kelompok kecil atau kelompok besar dan bekerja dengan kelas sederajat. Ada juga sebagian kecil yang mendatangkan seorang ahli di kelas. Dan dalam penerapan komponen modeling, guru agama dan umum sama yaitu menjadikan dirinya sebagai model memberi contoh tentang materi pelajaran, satu siswa dijadikan model mempraktekkan materi pelajaran dan beberapa siswa diminta untuk mendemonstrasikan sesuatu, ada juga sebagian kecil yang mendatangkan ahli ke kelas.
Adapun guru agama dan umum dalam menerapkan komponen CTL berupa reflection adalah dengan cara siswa menyampaikan respon terhadap kejadian atau pengetahuan yang baru diterima, pernyataan langsung tentang pelajaran tertentu, diskusi dan siswa menyampaikan hasil karyanya. Sedangkan  dalam penerapan komponen authentic assessment dalam mengajar agama dan umum  adalah dengan melaksanakan penilaian selama proses belajar dan sesudahnya, yang dinilai pengetahuan dan ketrampilan, berkesinambungan dan terintegrasi.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa guru-guru agama dan umum di PP Hidayatullah Surabaya telah menerapkan CTL dan melaksanakan tujuh komponennya dengan baik. Dengan demikian maka hipotesis Ha.1.  dan 2.bahwa guru agama dan umum di PP Hidayatullah Surabaya telah melaksanakan model pembelajaran CTL dengan tujuh komponennya, diterima. Dan Ho.1.dan 2. ditolak, yaitu bahwa guru agama dan umum di PP. Hidayatullah Surabaya belum menerapkan model pembelajaran CTL dengan tujuh komponennya.
2. Analisa Hasil Test
            Hasil test kemampuan siswa dalam pembelajaran agama dianalisa secara kuantitatif dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 1
Distribusi Hasil Test Kemampuan Siswa Dalam Pelajaran Aqidah









Interval
F
X
FX
M
Kriteria Kemampuan berdasarkan scor
39-40
-
39,5
0
32,21         = 32
32 -  40         Baik sekali                  
37-38
2
37,5
75

28 - 31          Baik
35-36
1
35,5
35,5

24 - 27          Cukup
33-34
4
33,5
134

20 - 23          Kurang
31-32
2
31,5
63

0  - 19           Gagal
29-30
3
29,5
88,5


27-28
2
27,5
55



14

451








Dari tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa kemampuan santri dalam pelajaran ibadah rata-rata adalah baik sekali

Tabel 2: Distribusi Hasil Tes Kemampuan Santri Dalam Pelajaran Ibadah/Fiqih






Interval
F
X
FX
M
Kriteria Kemampuan 
Berdasarkan Skor
39-40
1
39,5
39,5
33,64              = 34
32 - 40          Baik Sekali
37-38
4
37,5
150
28 - 31          Baik
35-36
2
35,5
71

24 - 27          Cukup
33-34
1
33,5
33,5

20 - 23          Kurang
31-32
2
31,5
63

0  - 19           Gagal
29-30
2
29,5
59


27-28
2
27,5
55



14

471


              





Tabel 3
Distribusi Hasil Tes Kemampuan Santri Dalam Pelajaran Bahasa Arab






Interval
F
X
FX
M
Kriteria Kemampuan 
Berdasarkan Skor
39-40
4
39
156
31,07              = 31
32 - 40          Baik Sekali
37-38
1
36
36
28 - 31          Baik
35-36
1
33
33

24 - 27          Cukup
33-34
2
30
60

20 - 23          Kurang
31-32
4
27
108

0  - 19           Gagal
29-30
-
24
-


27-28
2
21
42





435










 Dalam tabel 4 tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam pelajaran Bahasa Arab rata-rata kelas adalah baik ( 31).
Setelah diketahui kemampuan agama rata-rata kelas per mata test berdasarkan skor, maka dibawah ini diutarakan rata-rata kelas untuk semua test berdasarkan nilai dengan rumusan sebagai berikut:
R    =          rata –rata nilai permata test
                       Jenis mata test
Kriteria kemampuan berdasarakan nilai :
8  - 10     Baik Sekali;  7 – 7,9   Baik; 6 – 6,9    Cukup; 5 – 5,9 Kurang;  0 – 4,9   Gagal.[13]   Untuk mengubah score menjasi nilai dengan rumus
                £   Rata – rata skor    
                                                     x  10
                      £  Soal tes

Aqidah                        =        32
                                         X 10 = 8
                                  40
Ibadah/Fiqih    =        34
                                         X 10 = 8,5
                                  40
Bahasa Arab    =        31
                                         X 10 = 7,75
                                  40
Jumlah                        =        24.25
                                             = 8,08 = 8
                                    3
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa rata-rata kemampuan siswa dalam pelajaran agama berdasarkan nilai adalah 8 (delapan) berarti baik sekali. Dengan demikian hipotesis Ha. 3. diterima yaitu bahwa penerapan CTL di PP.Hidayatullah dalam pembelajaran ilmu agama sudah efektif, terbukti dengan para guru agama telah menerapkan komponen CTL dan hasil prestasi belajar siswanya baik sekali. Dan sebaliknya Ho 3. di tolak.


             Tabel 4 : Distribusi Hasil Tes Kemampuan Santri Dalam Pelajaran IPA









Interval
F
X
FX
M
Kriteria Kemampuan  berdasarkan Scor
43-45
1
42
42
35,71         = 36
48 - 60        Baik Sekali
40-42
4
41
164

42 - 47        Baik
37-39
1
38
38

36 - 41        Cukup
34-36
4
35
140

30 - 35        Kurang
31-33
1
32
32

0  -  29        Gagal
28-30
2
29
58


25-27
1
26
26



14

500








Berdasarkan table 4 tersebut di atas menunjukan bahwa kemampuan santr dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) rata – rata kelas adalah cukup (36)

Tabel 5 Distribusi Hasil Tes Kemampuan Santri Dalam Pelajaran Sosial






Interval
F
X
FX
M
Kriteria Kemampuan 
Berdasarkan Skor
   44-46
1
45
45
36,64         = 37
48 - 60        Baik Sekali
41-43
3
42
126
42 - 47        Baik
38-40
3
39
117

36 - 41        Cukup
35-37
3
36
108

30 - 35        Kurang
32-34
-
33
-

0  -  29        Gagal
29-31
3
30
90


26-28
1
27
27



14

513










Berdasarkan tabel 5 tersebut diatas dapt diketahui bahwa kemampuan santri daam mata pelajaran sosial rata-rata kelas adalah cukup (37)

Tabel 6 :  Hasil Tes Kemampuan Santri Dalam Pelajaran Bahasa Inggris






Interval
F
X
FX
M
Kriteria Kemampuan 
Berdasarkan Skor
43-46
3
44,5
133,5
35,92         = 36
40 – 50      Baik Sekali
39-42
5
40,5
202,5
35 – 39      Baik
35-38
2
36,5
73

30 – 34      Cukup
31-34
-
32,5
-

25 – 29      Kurang
27-30
-
28,5
-

0 – 24        Gagal
23-26
3
24.5
73,5


19-22
1
20,5
20,5





503











 Dalam tabel 6 ini dapat diketahui bahwa kemampuan santri dalam mata pelajaran Bahasa Inggris rata-rata kelas adalah baik (36)
Setelah diketahui kemampuan pelajaran uumum rata-rata kelas permata test berdasarkan skor, selanjutnya akan dicari rata-rata kelas untuk semua mata test pelajaran umum berdasarkan nilai dengan rumus sebagaimana dalam pelajaran agama. Penjabarannya adalah sebagai berikut:
IPA               =  36   x  10  = 6
                           60
IPS                =  37   x  10   = 6,16
                          60
B.Inggris       =  36    x  10  = 7,2
                           50
Jumlah           =  19,36  x 6,45   =6,5
                              3
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa rata-rata kemampuan siswa/ santri dalam pelajaran umum berdasarkan nilai adalah 6,5  (enam koma lima) artinya menurut kriteria kemampuan pelajaran umum berdasarkan nilai adalah cukup.
Dengan demikian, maka hipotesis Ha 4. diterima, yaitu bahwa penerapan CTL di PP.Hidayatullah Surabaya dalam pembelajaran ilmu umum sudah efektif, dibuktikan dengan para guru telah melaksanakan komponen CTL dan hasil prestasi belajar siswanya cukup ( tidak kurang atau gagal ) dan sebaliknya hipotesis Ho. 4 di tolak.
Kalau dilihat efektifitas penerapan CTL pada pelajaran agama, lebih efektif dari pada pelajaran umum, terbukti dari kemampuan siswa pada pelajaran agama adalah 8 ( baik sekali) dan pada pelajaran umum  6,5 (cukup). Hal ini disebabkan karena sarana laboratorium  yang masih kurang memadai.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
            Para guru/ ustadz di PP Hidayatullah Surabaya telah menerapkan CTL dalam pembelajaran ilmu-ilmu agama dan umum dengan menerapkan tujuh komponennya, yaitu konsruktifisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (question), masyarakat belajar (Learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Hal ini menambah teori bahwa pembelajaran di pondok pesantren tidak hanya mempelajari ilmu agama saja dengan kurikulum hanya dari kitab kuning tetapi juga sudah mempelajari ilmu-ilmu umum untuk mempersiapkan santri terjun dalam semua bidang kehidupan, dan sudah menerapkan model pembelajara contextual teaching and learning, yang mana pada umumnya  masih menggunakan sistem bandongan, sorogan dan wetonan atau klassikal.
            Penerapan CTL di PP.Hidayatullah dalam pembelajaran ilmu agama dan ilmu umum ternyata sudah efektif, dibuktikan dengan para guru/ ustadz telah menerapkan komponen CTL dan hasilnya, untuk mata pelajara agama baik sekali dan pelajaran umum cukup ( tidak kurang atau gagal ). Hal ini menambah teori bahwa pembelajaran di kelas dengan menggunakan model pembeljaran CTL hasilnya lebih baik. Tampak dalam prestasi belajar ilmu agama. Sedangkan pada pelajaran umum, memang pada umumnya prestasi belajar ilmu ini di pondok pesantren masih kurang, dan di PP Hidayatullah sudah mencapai prestasi cukup.
Saran  
            Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat dibuat saran sebagai berikut: 1. Pengasuh pondok pesantren hendaknya tidak segan-segan untuk mengadopsi ilmu-ilmu modern dan teknologi terutama yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran, termasuk menyediakan sarana dan prasarana modern yang dapat mengakses IPTEK modern untuk menyetarakan kehidupan dengan dunia modern tetapi masih tetap dengan corak Islami. 2. Para guru hendaknya selalu meningkatkan pengetahuandan ketrampilan tentang ilmu dan model-model pembelajaran produktif yang terus berkembang di dunia pendidikan.3. Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan pondok pesantren dengan pengadaan sarana prasarana seauai dengan tuntutan perkembangan zaman, serta pelatihan-pelatihan,yang mana pondok pesantren ini juga merupakan lembaga pendidikan yang terbukti telah mempu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Endnotes
1.Azyumardi Azra,Pendidikan Islam Tradisi dan Modern Menuju Millenium Baru (Jakarta :PT.Logos Wacana Ilmu,1999),62
2.Ibid,hal. 75.
3.Nur Hadi,Pendekatan Kontekstual (Conteztual Teaching and Learning) (Malang: Universitas Negeri Malang,2002), 5.
4.Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan,Second Yunior Sicondary Edication Projec,Contextual Teaching and Learning – A Practical Approach (Jakarta:Sagric International,2002),4
5.Zahorik,John A,Contextual Teaching and Learning (Fast Back:1995),390.
6.Tadjab,Ilmu Jiwa Pendidikan (Surabaya: Karya Aditama,1995),54.
7.Dimyati dan Mudjiono,Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineksa Cipta,1999),48.
8.Hur Hadi, Contextual Teaching and Learning,13.
9.Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,1997),205.
10.Nur Hadi, Contextual Teaching,13.
11. Ibid, hal.16.
12 Balitbang DepDikNas, Kurikulum Berbasis Kompetensi Ringkasan KBM (Jakarta: Balitbang @cbn net,id,2002),2
13.Muhibbin, Psikologi Pendidikan, 159

DAFTAR RUJUKAN
Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Pustaka Jaya, 1996)
Ali Mudlofir,Persepsi Mahasiswa Tentang Pembelajaran Bahasa Arab Intensif Di IAIN Sunan Ampel Surabaya,NIZAMIA (Jurnal Pendidikan Islam), 7 (2) : 133.
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modern Menuju Millenium Baru (Jakarta:PT.Logos Wacana,1999)
Arifin A.M., Kapita Selecta Pendidikan Islam dan umum (Jakarta:Bumi Aksara,1991)
Amir Hamzah, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam (Jakarta: Mulia Offset,1989)
Baltbang Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Ringkasan KBM. (Jakarta: Balitbang cbn, net,id,2002)
Departemen Pendidikan Nasional Second Junior Secondary, Education Project, Contextual Teaching and Learning-A Practical Approach (Jakatra: Seagric International,2002)
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Rineksa Cipta,1999)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam (jakarta :PT.Raja Grafindo Persada,1999)
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung :PT.Remaja Rosdakarya,1997)
Muhammad Abdul Qodir Ahmad, Thuruq al-Ta’lim al-Tarbiyah al-Islamiyah (Mesir: Maktabah Al-Nahahiyah,1981)
Nur Hadi, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) (Malang: Universitas Negeri Malang,2002)
Nasution S. Berbegai Pendekatan Belajar dan Mengajar(Jakarta :Bina Aksara, 1984)
S.Nasution, Metode Research (Bandung : Jemmoss,1982)
Sutrisno Hadi, Statistik (Jogjakarta: Fakultas Psikologi UGM,1982)
Tajab, Ilmu Jiwa Pendidikan (Surabaya: Karya Aditama,1994)
Zahorik,John A. Contructivism Teaching ( Fast Back: 1995)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar