Rabu, 22 Januari 2014

PENERAPAN FILSAFAT ILMU DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TASAWUF



PENERAPAN FILSAFAT ILMU DALAM PENGEMBANGAN  PENDIDIKAN TASAWUF[1]
Mihmidaty Ya’cub[2]
Abstrak: Kehidupan modern mendorong manusia pada kehidupan materialis dan hedonis, ternyata tidak membawa bahagia dan diliputi kegelisahan, sehingga terjadi kekeringan spiritual. Masyarakat modern membutuhkan ilmu tasawuf yang dapat membimbing manusia ke arah kebahagiaan yang hakiki, melalui pendidikan tasawuf. Agar pendidikan tasawuf dapat melayani masyarakat sesuai dengan taraf  pikirannya di semua lapisan, maka diperlukan penerapan filsafat ilmu, yang memandang setiap ilmu dari sisi ontologi, epistimologi dan aksiologinya.
Kata Kunci: Filsafat ilmu dan tasawuf,
A.    Pendahuluan
            Perkembangan kehidupan dunia semakin pesat pada era globalisasi dewasa ini. Dalam perkembangan kehidupan manusia, sering terjadi perubahan-perubahan dan permasalahan-permasalahan yang timbul silih berganti. Demikian juga halnya dalam kehidupan agama dan  ilmu-ilmu agama.
            Dalam perubahan itu pandangan-pandangan dunia, nilai-nilai dan norma-norma tradisional sering dipertanyakan, dan untuk sebagian mungkin ditinggalkan. Kemudian pandangan-pandangan dunia, nilai-nilai dan norma-norma mana yang akan menggantikannya?
            Ketika ini agama berhadapan dengan masalah tersebut. Bagaimana agama bisa menghadapi perubahan-perubahan yang menyentuh dirinya tanpa kehilangan identitas, tanpa kehilangan kesetiaan terhadap panggilannya, kepercayaannya dan wahyunya?
            Dalam menghadapi tantangan-tantangan yang rumit dalam kehidupan dewasa ini, ummat mengharapkan pengarahan dan bimbingan dari pimpinan agamanya. Para pemimpin agama hanya dapat memimpin ummat mereka dengan baik, apabila dalam situasi ini memberikan bimbingan spiritual dan intelektual yang seauai dengan taraf pemikirannya, kebutuhannya dan dambaannya.
            Disinilah perlunya filsafat. Filsafat merupakan salah satu sarana yang dapat membantu para pemimpin agama untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan kebutuhan ummat, dan memberi pengarahan terhadap masalah-masalah besar, yang sebagian masalah tersebut adalah masalah baru samasekali ( kontemporer ), yang dihadapi individu maupun ummat pada umumnya. Untuk ini kemampuan berfilsafat akan sangat membantu dan dapat memberikan pelayanan kepada ummat sebaik-baiknya.[3]
            Salah satu ilmu Agama Islam yang erat hubungannya dengan filasafat, karena memang kelahirannya berhubungan dengan filsafat dan dewasa ini sangat dibutuhkan oleh kehidupan masyarakat modern untuk membimbing mereka agar dapat merasakan kebahagiaan hidup yang sebenarnya, adalah ilmu Tasawuf yang diajarkan dalam proses pendidikan tasawuf.
            Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa saat ini manusia berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern yang sering disebut dengan masyarakat sekuler. Pada umumnya, kontak antar anggota masyarakat atas dasar prinsip-prinsip fungsional pragmatis. Mereka merasa bebas dan lepas control agama dan pandangan dunia metafisis. Dalam masyarakat modern yang cenderung rasionalis, sekuler dan materialis ternyata tidak membawa  kebahagiaan dan diliputi kegelisahan yang diakibatkan oleh peresaan takut kehilangan apa yang dimilikinya, rasa kecewa terhadap hasil kerja yang tidak mampu memenuhi harapan dan kepuasan batin akibat dari banyak berbuat salah.[4]
            Maka untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas, diperlukan tasawuf, karena tasawuf dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan spiritual. Tasawuf mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniyah/ batiniyah dengan senantiasa melakukan dzikir/ ingat kepada Allah sebagai sumber gerak, sumber norma, sumber motivasi, sumber nilai dan sumber ketenangan dan ketentraman hati.[5] Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an Surat Al-Ra’d ayat 28 :
الذين امنو و تطمئن القلوبهم بذكر الله تطمئن القلوب
Artinya: Orang-orang yang beriman, hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.[6]

B. Pengertian Filsafat Ilmu :
            Filsafat Ilmu kini semakin disadari oleh masyarakat akan pentingnya untuk dipelajari yang merupakan sarana mutlak bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
            Filsafat Ilmu adalah suatu cabang filsafat yang sudah lama dikenal dan dikembangkan di dunia Barat semenjak abad ke-18, dengan sebutan Philosophi of Science, Wissenschatlehre, atau Wetenschapsleer. Filsafat Ilmu adalah refleksi filsafati yang tidak pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiyah untuk mencapai kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis difikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan.[7]
            Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontology, epistimologi dan aksiologi.
            Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiyah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafati tentang apa dan bagaimana (yang) “ada” itu (being,sein,het zijn). Faham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme dan materialisme. Faham dualisme, pluralisme, dengan berbagai nuansanya, merupakan faham ontologik yang pada akhirnya menentukan pendapat bahkan “keyakinan” kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) “ada” sebagaimana manifestasi yang dicari.
            Epistimologi ilmu, meliputi sumber, sarana dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiyah). Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan di pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft), pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistimologi.
            Aksiologi meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normative dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana di jumpai dalam kehidupan yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditumjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu condition sine quanon yang wajib dipatuhi dalam kegiatan ini, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam penerapan ilmu.[8]
            Semua ilmu pengetahuan wajib meliputi bidang garapan Filsafat Ilmu tersebut diatas. Secara sederhana dapat disampaikan disini bahwa ontologi ilmu meliputi: apa hakikat ilmu itu? dari mana asalnya? apa sumbernya?. Sedangkan epistimologi ilmu adalah bagaimana cara memperoleh, mendalami dan meneliti ilmu itu, yang memerlukan sumber, sarana dan tata cara menggunakan sarana. Dan aksiologi ilmu adalah meliputi: apa guna ilmu itu?  dan nilai-nilai apa yang terkandung didalamnya?
.Demikian juga dalam pengembangan  pendidikan tasawuf, menerapkan bidang garapan Filsafat Ilmu tersebut, yang akan diuraikan dalam bab selanjutnya.

C.  Pendidikan Tasawuf
1. Pengertian Pendidikan
            Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar yang dilalui peserta didik dengan segala lingkungan dan sepanjang hayat.[9]  Pendidikan dalam arti luas ini belum mempunyai system. Dalam batasan secara sempit, pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan di lembaga pendidikan formal (Madrasah atau sekolah).[10] Di sini pendidikan sudah merupakan system yang lengkap, yaitu: kurikulum, pendidik, peserta didik, materi,metode, evaluasi dan tujuan.
 Sedangkan batasan pendidikan secara luas terbatas adalah segala usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan yang diselenggarakan dalam pendidikan formal ( sekolah ) non formal ( masyarakat ) dan informal ( keluarga) dan dilaksanakan sepamjang hayat, dalam rangka mempersiapkan peserta didik agar berperan dalam berbagai bidang kehidupan.[11]
Pendidikan dalam batasan luas terbatas ini merupakan system, tetapi dalam pendidikan non formal dan informal tidak begitu terikat secara ketat dengan peraturan.


[1] Naskah dimuat dalam Journal Studi Kependidikan dan Keislaman URWATUL WUTSQO, STIT UW Jombang.Volume 1, Nomor 2 September 2012.
[2] Dosen Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, UNSURI Surabaya dan STIT Al- Urwatul Wutsqo Jombang.
[3] Franz Magnis Suseno,Berfilsafat Dari Konteks,PT>Gramedia Pustaka Utama,Jakarta,1992,hal.17
[4] M.Amin Syakur, International Journal Ihya ‘Ulum al-Din (The Social Consequence of Tasawuf),Number  01, volume 1,1999,hal 78
[5] Ibid, 68.
[6] Al-Qur an dan Terjemahnya,Mujamma’al Malik Fahd Li Thibaat al-Mushaf, Madinah.1971,hal.373
[7] Koento Wibisono Siswomihardjo, Artikel Mata Kuliah Filsafat IlmuPada Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya,tg.8 April 2004,hal12 dan 14.
[8] Ibid,12-13
[9] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 17.
[10] Ibid, 18.
[11] Ibid.


2. .Asal Kata Tasawuf.
 Tasawuf berasal dari kata sufi. Menurut sejarah, orang yang pertama memakai kata sufi adalah seorang zahid atau ascetic bernama Abu Hasyim Al-Kufi di Irak (w.150H.). Adapun mengenai asal atau etimologi kata sufi, teori-teori berikut dapat dikemukakan:
a. Ahl-suffah: Orang-orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah, dank arena kehilangan harta, berada dalan keadaan miskin dan tidak mempunyai apa-apa. Mereka tinggal di Masjid Nabi dan tidur diatas bangku batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana disebut suffah Inggrisnya Saddle-Cushion dan kata sofa dalam bahasa Eropa berasal dari kata suffah. Sungguhpun miskin, ahl-suffah berhati baik dan mulia. Sifat tidak mementingkan keduniaan, mislin tetapi berhati baik dan mulia itulah sifat-sifat kaum sufi.
b. Saf: Pertama. Sebagaimana halnya dengan orang shalat di saf pertama mendapat kemuliaan dan pahala, demikian pula kaum sufi dimuliakan Allah dan diberi pahala.
c. Sufi: Yaitu suci. Seorang sufi adalah orang yang disucikan dan kaum sufi adalah orang-orang yang telah mensucikan dirinya melalui latihan berat dan lama.
d. Sophos: Kata Yunani yang berarti hikmah. Orang sufi betul ada hubungannya dengan hikmah. Hikmah adalaherkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan yang benar dan yang salah.
e. Suf: (kain wol), Kaum sufi memakai wol kasar, sebagai lambang kesederhanaan dan kemiskinan. Lawannya ialah memakai sutera, oleh orang-orang yang mewah hidupnya dikalangan pemerintahan. Kaum sufi sebagai golongan yang hidup sederhana dan dalam mkeadaan miskin, tetapi berhati suci dan mulia, menjauhi pemakaian sutera dan sebagai gantinya memakai wol kasar.[1]
        
Dari uraian tentang asal kata sufi tersebut diatas kalau dilihat sepintas menunjukkan adanya persamaan bahasa, meskipun dalam konotasi yang berlainan, yaitu pelana, barisan pertama dalam shalat, suci, hikmah, kain wol sebagai lambang kesederhanaan Tetapi jika di kaji lebih lanjut, pengertian manakah yang paling sesuai dengan kehidupan para sufi sekarang? Kehidupan para sufi dewasa ini, pada umumnya tercukupi dari sisi materi, meskipun hampir 24 jam hidupnya hanya untuk kesibukan dibidang spiritual saja, tetapi Allah telah berfirman dalam Al-Qur an surat Asy-Syura ayat 20 :

من كان يريد حرث الاخرة تزد له في حرثه ٠ و من كان يريد حرث الدنيا نؤته منها ٠ وما له في الاخرة من النصيب

Artinya: Barang siapa yang menghendaki kebahagiaan di akhirat, akan Kami tambah kebahagian (di dunia) baginya dan barang siapa yang menghendaki kebahagiaan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari kebahagiaan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian kebahagiaan di akhirat.[1]
            Maka asal kata sufi tersebut yang paling sesuai dengan kenyataan sekarang adalah yang nomor tiga, karena memang benar orang-orang sufi adalah orang yang telah mensucikan dirinya melalui latihan spiritual yang berat dan lama.  
3. Pengertian Tasawuf.
Misticisme dalam Islam diberi nama tasawuf dan oleh kaum Orientalis   Barat disebut sufisme yang  khusus dipakai untuk misticisme Islam dan tidak dipakai untuk misticisme yang terdapat dalam agama-agama lain.
Tasawuf merupakan suatu ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu pengetahuan, tasawuf atau sufisme mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang Islam dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT.[2] Sedangkan menurut Ibnu ‘Ujaibah, tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan tentang cara untuk mencapai Allah Swt. Membersihkan batin dari semua akhlak tercela dan menghiasinya dengan beragam akhlak yang terpuji. Awal dari tasawuf adalah ilmu, tengahnya adalah amal dan akhirnya adalah karunia.[3]  Menurut Ruwaim, tasawuf adalah jiwa yang menurut kepada Allah Swt. Sesuai dengan kehendakNya, Sedang menurut al-Junaidi, tasawuf adalah hendaklah kamu bersama Allah Swt. Saja tidak punya hubungan lain.[4]
            Beberapa pendapat tersebut diatas, sebagian memahami tasawuf sebagai akhlak yang berarti pengamalan praktis, sedangkan yang lain menyatakan bahwa tasawuf merupakan ilmu yang berarti teori. Pengamalan praktis membutuhkan teori dan teoripun perlu pengamalan. Makasebenarnya pendapat-pendapat tersebut saling melengkapi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah ilmu untuk mensucikan jiwa, menjernihkan hati dengan tunduk kepada Allah Swt.dan menghiasinya dengan akhlak terpuji agar sampai (wushul ) kepada Allah Swt.


[1] Al-Qur an,Mujamma’ , hal. 786
[2] Harun Nasution, Filsafat dan Misticisme Dalam Islam,Bulan Bintang, Jakarta,1973,hal.50
[3] Ahmad Ibnu ‘Ujaibah,Mi’raj al-Tasawwuf ila Haqaiq al-Tasawwuf ( Beirut: Dar al-Hilal, tt), 7.
[4] Abu al-Qasim ‘Abd. Karim Hawazin al-Qusyairi, Al-Risalah al-Qushairiyyah (Kairo: Dar al-Khair, tt), 417

4. Pengertian Pendidikan Tasawuf
         
            Berdasarkan pengertian pendidikan dan pengertian tasawuf tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan tasawuf adalah bimbingan, pengajaran dan pelatihan yang dilakukan oleh seorang pendidik ( dalam ilmu tasawuf adalah mursyid ) terhadapmurid atau peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat untuk mensucikan jiwa, menjernihkan hati dengan mendekatkam diri kepada Allah Swt. Sehingga dapat sampai (wushul ) kepadaNya agar tercapai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan di akhirat.


D. Penerapan Filsafat Ilmu  dalam Pengembangan Pendidikan Tasawuf            
1. Orang Beragama Perlu Berfilsafat
Orang yang beriman meyakini bahwa kebenaran yang mutlak adalah wahyu, karena wahyu adalah firman Allah, dan Allah adalah Yang maha benar. Lalu untuk apa orang beragama masih perlu berfilsafat?
Jawabannya adalah bahwa filsafat dan agama, asal difahami benar, tidak bersaing satu sama lain, melainkan dapat saling menunjang . Filsafat tidak bermaksud menjawab semua pertanyaan mendalam manusia dan tidak bermaksud menentukan bagaimana manusia harus hidup. Hal itu adalah fungsi agama. Filsafat menyediakan sarana-sarana intelektual untuk menangani permasalahan-permasalahan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan  secara wajar. Sarana ini juga diperlukan agama. Secara sederhana, filsafat dapat membantu orang-orang beragama untuk mengerti ajaran agama mereka dan untuk menjawab masalah-masalah kehidupan dengan tepat. Filsafatb merupakan sarana yang justru membantu orang yang sudah berkeyakinan tentang bagaimana keyakinannya itu dapat ditangani secara wajar berhadapan dengan segala tantangan.[1]
      Secara rinci filsafat dapat dikatakan membantu agama dalam empat hal:
a.                    Filsafat dapat membantu agama dalam mengartikan (menginterpretasikan) teks teks kitab sucinya. Filsafat membantu dalam memastikan arti obyektif tul;isan wahyu.
b. Filsafat menyediakan metode-metode pemikiran untuk teologi.
c.  Filsafat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru.
d.                   Filsafat membantu agama dalam menghadapi tantangan ideologi-ideologi, baik dari luar maupun dari dalam.
Filsafat dengan agama tidak saling menyaingi dan tidak saling berbenturan. Memang pembahasan agama  bersumber dari teks sumber agama yaitu Qur an dan Hadits dan berangkat dari keyakinan terhadap kebenaran, sedangkann filsafat bersumber dari akal dan berangkat dari keraguan terhadap kebenaran. Tetapi Islam sangat menghargai akal, karena akal mampu berfikir obyektif, membandingkan, menganalisa dan memutuskan dalam mencari kebenaran. Hal ini dibuktikan dengan sabda Nabi Muhammad saw. “ Apabila seorang hakim memutuskan perkara lalu dia  berijtihad ( bersungguh-sungguh dalam menetapka hukum berdasarkan Qur an dan Hadits ), kemudian benar benar, maka dia  mendapat dua pahala  dan apabila dia memutuskan perkara,lalu dia berijtihad,kemudian  salah, maka dia  mendapat satu  pahala”.[2]
Untuk ini, maka harus diketahui apa fungsi filsafat itu ? Pada umumnya studi filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk menangani pertanyaan-pertanyaan mendasar manusia yang tidak terletak dalam wewenang metodis ilmu-ilmu khusus. Jadi filsafat membantu untuk mendalami pertanyaan-pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas ( filsafat teoritis ) dan lingkup tanggung jawabnya ( filsafat praktis ). Kemampuan itu dipelajarinya dari luar jalur, secara sistimatik dan secara histories.
Secara sistimatik artinya filsafat menawarkan metode-metode mutakhir untuk menangani masalah-masalah mendalam manusia, tentang hakikat kebenaran dan pengetahuan, baik biasa maupun ilmiyah, tentang tanggung jawab dan keadilan,dls.
Melalui sejarah filsafat, orang belajar memahami , menanggapi, serta belajar dari jawaban-jawaban yang sampai sekarang ditawarkan oleh para pemikir dan filosuf terkemuka terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Hal ini memberikan kemampuan yang memang sangat dibutuhkan oleh segenap orang yang hidup di zaman modern sekarang yang harus atau mau memberikan pengarahan, bimbingan dan kepemimpinan spiritual dan intelektual dalam masyarakat, tentang :
a.        Suatu pengertian lebih mendalam tentang manusia dan dunia. Dengan mempelajari pendekatan-pendekatan pokok terhadap pertanyaan-pertanyaan manusia yang paling hakiki, serta mendalami jawaban-jawaban yang diberikan oleh para pemikir terbesar umat manusia, wawasan dan pengertian sendiri diperluas.
b. Kemampuan untuk menganalisis secara terbuka dan kritis argumentasi-argumentasi, pendapat-pendapat, tuntutan-tuntutan dan legimitasi-legimitasi dari berbagai agama, ideology dan pandangan dunia. Secara singkat, filsafat merupakan kritik ideologi.
c.  Pendasaran metodis dan wawasan lebih mendalam dan kritis dalam menjalani     studi-studi di ilmu-ilmu khusus, termasuk teologi.[3]
d.                   Pemecahan problem pendidikan tasawuf, pembentukan teori-teori baru dan pembaruan dalam pendidikan tasawuf sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Mengingat tasawuf sebagai salah satu solusi mengatasi kekeringan spiritual bagi masyarakat modern.
      Dengan demikian filsafat sangat diperlukan bagi orang-orang yang memiliki profesi pembimbingan terhadap masyarakat luas, seperti pendidik, para tokoh agama, ilmuwan dan lain-lain.


[1] Franz, Berfilsafat,hal. 19.
[2] Imam Bukhari, Shahih Bukhari, terjemah Imam al-Mundziri, Jakarta, Pustaka Amani 2003,  hal. 586-587.
[3] Frans, Berfilsafat,, hal. 22


2. Penerapan Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Pendidikan Tasawuf

Strategi penerapan / pengembangan ilmu disini adalah yang bercorak bahwa ilmu dan konteksnya saling melebur diri, ilmu untuk meningkatkan martabat manusia. Penerapan filsafat ilmu dalam pengembangan ilmu tasawuf berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan martabat manusia.
            Penerapan filsafat ilmu dalam pengembangan ilmu tasawuf , dengan cara melihat ilmu tasawuf secara keseluruhan berdasar bidang garapan filsafat ilmu, yaitu ontology, epistimolog dan aksiologi.
a.Ontologi Ilmu Tasawuf :

            Ontologi ilmu tasawuf meliputi: apa hakikat ilmu tasawuf? Dari mana asal ilmu tasawuf? Dan apa sumber ilmu tasawuf ?
1)       Hakikat  tasawuf
     Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang Islam dapat    berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Tasawuf adalah merupakan pusaka keagamaan dalam Islam.Adapun isi pokok ajaran tasawuf dibawa oleh Jibril yang didiskusikan dengan Nabi di tengah-tengah para sahabat, dapat disimpulkan atas tiga ajaran pokok, yaitu Iman,Islam dan Ihsan.
 Ihsan adalah jika kau mengabdi kepada Allah seakan-akan kau melihatNya, jika kau tidak bisa demikian, maka sesungguhnya Dia melihatmu.[1] Sendi ihsan inilah yang kemudian dikembangkan dalam tasawuf. Tasawuf berarti penjernihan hati yang merupakan dasar pokok kekuatan batin pembersih jiwa. Tasawuf adalah jalan di mana manusia berusaha untuk mengendalikan hawa nafsunya di dalam rangka supaya lahir kembali di dalam ilahi dan oleh karenanya mengalami persatuan dengan yang benar.[2] Kesadaran berada dekat dengan Allah ini dapat mengambil bentuk ittihad   atau   bersatu  dengan Allah SWT.
Teori tasawuf adalah ilmu tasawuf itu sendiri, tetapi kalau ilmu tasawuf ini    diamalkan oleh seseorang, maka pengamalan ilmu tasawuf ini merupakan aliran tasawuf untuk mencapai derajat tertinggi yaitu kedekatan dengan Allah.
Dalam pengamalan ilmu tasawuf ini mutlak diperlukan seorang guru yang dikenal dengan mursyid, dalam hal ini maka terjadilah proses pendidikan tasawuf yang didalamnya terdiri dari pendidik ( mursyid ), peserta didik ( murid ), materi pendidikan tasawuf, metode pendidikan tasawuf dan tujuan pendidikan tasawuf.
2.)  Asal-usul aliran taswuf.
       Teori-teori mengenai asal timbul atau munculnya aliran ini dalam Islam juga   berbeda- beda, antara lain:
a) . Pengaruh Nasrani, dengan faham menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri    dalam biara-biara. Dalam literature Arab memang terdapat tulisan-tulisan tentang   rahib-rahib yang mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Lampu yang mereka pasang dimalam hari menjadi penunjuk jalan bagi kafilah yang berlalu, kemah mereka yang sederhana menjadi tempat berlindung bagi orang yang kemalaman dan kemurahan hati mereka menjadi tempat memperoleh makan bagi musafir.
b) . Falsafah mistik Pythagoras yang berpendapat bahwa roh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagi orang asing. Badan jasmani merupakan penjara bagi roh. Kesenangan roh yang sebenarnya ialah di alam samawi. Untuk memperoleh hidup senang di alam samawi, manusia harus membersiohkan roh dengan meninggalkan hidup materi.
c) . Falsafah emanasi Plotinus yang mengatakan bahwa wujud ini memancar dari dzat Tuhan Yang Maha Esa. Roh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Tetapi dengan masuknya kea lam materi, roh menjadi kotor, dan untuk dapat kembali ke tempat asalnya roh harus terlebih dahulu dibersihkan. Pensucian roh ialah dengan meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan sedekat mungkin, kalau bisa bersatu dengan Tuhan. Dikatakan pula bahwa falsafah ini mempunyai pengaruh terhadap munculnya kaumzahid dan sufi dalam Islam.
d). Ajaran Budha dengan faham nirwananya.Untuk mencapai nirwana, orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Faham fana’ yang terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan faham nirwana.
 e). Ajaran-ajaran Hinduisme yang juga mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan mendekat Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman.[3]
Inilah beberapa faham dan ajaran yang menurut teorinya mempengaruhi timbul dan munculnya sufisme dikalangan umat Islam. Apakah teori ini benar atau tidak, masih belum bisa dibuktikan.
 Namun  Islam memiliki pandangan sendiri  dalam hal ini, adalah bahwa baik ada atau tidak adanya pengaruh-pengaruh dari luar, sufisme dalam Islam terlahir bersamaan dengan datangnya Agama Islam. Di dalam Al-Qur an  terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa manusia dekat sekali dengan Tuhannya, antara lain:


[1] Imam Muslim, Shahih Muslim jilid I, ( Kairo: Syirkah al-Babi al-Halabi, tt), 56.
[2] Antologi Kajian Islam,ed.Syaichul Hadi Permono,at.al., Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Press,
    Surabaya, 2004,hal.19
[3] Harun, Falsafah, hal.53


1 komentar: