Selasa, 25 Februari 2014

Orang Yang Di Bukakan Kunci Hatinya

Orang Yang Di Bukakan Kunci Hatinya

ﺇﺫﺍ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﷲ ﺑﻌﺑﺪﻩ ﺨﻳﺭﺍ٬ ﻓﺘﺢ ﻟﻪ ﻗﻓﻞ ﻗﻟﺑﻪ٬ ﻭﺠﻌﻞ ﻓﻳﻪ ﺍﻟﻴﻗﻴﻦ ﻭﺍﻟﺼﺪﻖ٬ ﻭﺟﻌﻝ ﻗﻟﺑﻪ ﻭﺍﻋﻴﺎ ﻠﻤﺎ ﺴﻠﻚ ﻓﻳﻪ٬ ﻭﺟﻌﻞ ﻗﻟﺑﻪ ﺴﻠﻴﻤﺎ٬ ﻮﻠﺴﺎﻨﻪ ﺻﺎﺪﻗﺎ٬ ﻭﺨﻟﻴﻗﺘﻪ ﻤﺴﺘﻗﻳﻣﺔ٬ ﻭﺠﻌﻞ ﺃﺫﻨﻪ ﺴﻤﻳﻌﺔ٬ ﻭﻋﻴﻧﻪ ﺑﺻﻳﺭﺓ۰
﴿ﺭﻮﺍﻩﺍﻠﺸﻴﺦﻋﻦﺃﺑﻰﺬﺭ﴾

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi Hamba-Nya, maka Dia membukakan baginya kunci hatinya, dan Dia menjadikan di dalamnya keyakinan dan kejujuran. Dia menjadikan kalbunya selalu menyadari apa  yang ia tempuh, dan Dia menjadikan kalbunya selamat, lisannya jujur, akhlaqnya lurus, dan Dia menjadikan telinganya berpenderangan tajam, dan matanya berpenglihatan tajam.

(Riwayat asy-syaikh melalui abu Dzar r.a.)
Penjelasan:

Sahabat pembaca, hadits ini mempunyai makna yang berkaitan dengan hadits sebelumnya yang menyatakan bahwa apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, Dia membuatnya memahami agama, berzuhud terhadap duniawi, dan Dia memperlihatkan kepadanya aib-aib dirinya. Dalam hadits ini di nyatakan bahwa bilamana Allah menghendaki kebaikan bagi hambaNya, niscaya Dia membukakan kunci hatinya, hingga yang bersangkutan dapat memahami agama dengan pengertian yang mendalam. Setelah itu di dalam kalbunya akan tertanam keyakinan yang mantap dan kepercayaan yang teguh sehingga ia dapat mengetahui bahwa hidupnya di dunia hanyalah sementara dan rumah di dunia ini tiada lain lain merupakan rumah cobaan, sedangkan kehidupan yang abadi adalah di akhirat. Oleh sebab itu, maka ia lebih memilih perkara ukhrawi dari pada perkara duniawi.

Kemudian Allah menjadikannya selalu menyadari terhadap apa yang ia tempuh sehingga selalu menyadari kesalahan dan kekeliruan yang di lakukannya, lalu segera di perbaikinya. 
Bilamana sudah sampai kepada tingkatan ini, maka hatinya menjadi selamat (bersih) dan tidak di keruhi oleh noda-noda dosa, lisannya jujur, akhkaqnya lurus, telinganya mau mendengar petunjuk dan hidayah; dan pandangannya matanya tajam terhadap hal-hal yang mengandung manfaat di dunia dan di akhirat, lalu ia segera mengerjakan, serta tajam terhadap hal-hal yang mengandung madharat (bahaya) di dunia dan akhirat, lalu ia segera meninggalkannya atau menjauhinya.

Hatinya faham, pendengarannya sentitif, hatinya sentitif ketika melihat sesuatu itu hatinya mempertimbangkan, “(sesuatu) ini di perintah, apa di larang? Ini membuat kesenangan di dunia, sengsara di akhirat, apa membuat sengsara di dunia, senang di akhirat? Atau membuat senang dua-duanya (dunia & akhirat) ? Atau bahkan menyengsarakan dua-duanya (dunia & akhirat) ?”

Hatinya maupun penglihatannya itu cepat faham melihat hal-hal tersebut. Misalnya, ada orang punya banyak harta… “wah, hidupnya mewah menyenangkan –bahagia-, ah tapi kalau tidak shalat ya sayang …” hatinya segera melihat seperti itu. “Kalau dia tidak taat kepada Allah, tidak takut … wah itu kan sebentar saja ia rasakan di dunia, setelah itu di akhirat dia tidak lagi merasakan kebahagiaan itu”. Nah seperti itu para sahabat pembaca.

Sehingga, kalau hamba itu memang hamba yang baik, maka di kehendaki baik pula oleh Allah menjadi hamba yang baik. Hatinya di Jadikan terbuka lunak untuk melakukan hal-hal yang baik. Hatinya di masuki rasa yakin dan jujur seperti petunjuk Rasulullah Saw. tadi. Mudah-mudahan kita di pilih oleh Allah, termasuk orang-orang yang di bukakan hatinya oleh Allah, Aamiin. Sehingga segera membersihkan jika ada noda, segera meningkatkan ibadahnya, jika dia merasa ibadahnya sudah mulai berkurang. 

Minggu, 23 Februari 2014

Hukuman Yang Disegerakan

Hukuman Yang Disegerakan

ﺇﺬﺍ ﺃﺭﺍﺪ ﺍﷲ ﺑﻌﺑﺪﻩ ﺍﻟﺧﻴﺮ ﻋﺟﻞ ﻟﻪ ﺍﻟﻌﻗﻭﺑﺔ ﻓﻰ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭ ﺇﺬﺍ ﺃﺭﺍﺪ ﺍﷲ ﺑﻌﺑﺪﻩ ﺍﻟﺷﺭ ﺃﻣﺴﻙ ﻋﻧﻪ ﺑﺬﻨﺑﻪ ﺤﺗﻰ ﻴﻮﻔﻰ ﺑﻪ ﻴﻮﻡ ﺍﻟﻗﻴﺎﻤﺔ 
﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻟﻄﺑﺮﺍﻧﻰ ﻋﻦ ﻋﻤﺎﺭ ﺍﺑﻦ ﻳﺴﺎﺭ﴾

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman untuknya di dunia, dan apabila Dia menghendaki keburukan bagi hamba-Nya maka Dia menahan hukuman dosanya agar kelak di hari kiamat ia menemuinya.

(Riwayat Thabrani melalui Ammar ibnu Yaasir)

Penjelasan :

Sahabat pembaca, musibah itu adakalanya untuk membersihkan diri dari dosa. Apabila seorang mukmin tertimpa musibah, maka hal itu sebagai pertanda, bahwa Allah Swt menghendaki kebaikan baginya. Dalam hadits lain juga di sebutkan, yang artinya:
“Bahwa sesungguhnya di antara dosa itu, ada dosa yang tidak dapat di hapuskan kecuali hanya dengan musibah yang menimpa pelakunya”.
Musibah ini, merupakan hukuman yang di segerakan untuknya di dunia. Dan kelak apabila ia mati, maka dirinya bersih dari dosa, bersih dari hukuman, di masukkan ke dalam surganya Allah.

Dan begitu pula sebaliknya, bilamana Allah menghendaki keburukan bagi seorang hamba, maka Dia membiarkannya selamat dari hukuman dosanya di dunia ini. Tidak di beri musibah, tidak di beri ujian, tidak di beri cobaan. Makin lama ia hidup di dunia, makin banyak dosa-dosa yang dikerjakannya, sehingga kelak di akhirat nanti pembalasannya yang setimpal. Maka kala itu, tidak ada jalan selamat baginya, dan tempat kembalinya adalah neraka jahannam, neraka Allah. Allah telah berfirman dalam surat Maryam ayat 84:

ﻓﻼ ﺘﻌﺟﻞ ﻋﻟﻴﻬﻡ  ۖ  ﺇﻨﻣﺎ ﻧﻌﺪ ﻟﻬﻢ ﻋﺪﺍ ۝

Artinya, “Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka, karena Sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti”
(Maryam:84)

Sahabat pembaca, dalam kehidupan manusia tidak ada satupun yang tidak di beri ujian oleh Allah, tidak ada seorangpun yang tidak di beri musibah oleh Allah, semua di beri. Baik itu cobaan yang berupa kesusahan, maupun cobaan pula yang berupa kesenangan. Yang biasanya -pada umumnya-, orang itu kalau di uji dengan susah, dan dengan di uji dengan senang, maka lebih banyak yang lulus di uji dengan susah. Kalau orang di beri ujian susah oleh Allah, maka ia malam hari bangun, shalat tahajjud, dzikir, doa, siang hari puasa, mendekat pada Allah, supaya di hilangkan dari musibah itu. Sehingga Allah membalik musibah itu dengan kesenangan. Allah berfirman dalam surat Ali Imran:184,

ﻓﺎﻧﻗﻟﺑﻮﺍ ﺑﻨﻌﻤﺔ ﻤﻦ ﺍﷲ ﻭﻓﺿﻞ ﻟﻡ ﻳﻣﺴﺴﻬﻡ ﺴﻮﺀ ﻭﺍﺗﺑﻌﻭﺍ ﺮﺿﻭﺍﻥ ﺍﷲ  ۗ  ﻭﺍﷲ ﺫﻮ ﻓﺿﻞ ﻋﻈﻴﻡ ۝

Artinya, “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai karunia yang besar”.
(Ali Imran:184)
Allah maha membalik seperti itu.

Tapi, jika di uji dengan kesenangan, lupa malahan, masyaAllah. Di uji kesenangan, harta banyak, pangkat tinggi, anak-anak (keturunan) yang pintar-pintar, tidak ada problem dalam hidupnya, semuanya baik seluruhnya, berlebih, masyaAllah… akhirnya kekayaannya, kepangkatannya, menambahkan kesombongannya, lalu menolak kebenaran dari Allah, masyaAllah, itu sebenarnya di uji. Di uji juga dengan rezeki banyak, yang di fikir yang macam-macam yang justru yang di larang oleh Allah, itu yang di uji dengan kesenangan. Biasanya ya tidak lulus, karena tidak merasa kalau sedang di uji.

Nah, ujian Allah itu, hukuman Allah itu, cobaan Allah itu, musibah Allah yang di berikan pada orang beriman itu, yang di dunia ini, adalah semata-mata karena maksud baik Allah kepada hambaNya. Karena maksud baik Allah untuk meningkatkan derajat hambaNya. Coba aja sekarang –sebagai contoh-, ada WTS yang kena AIDS, mungkin orang memberi komentar, “Aduh, hiii kasihan sekali orang itu, musibahnya terlalu besar”. Padahal, di balik sakit AIDS, lalu dia tidak lagi melanjutkan profesinya sebagai WTS [PSK], kemudian niat bertobat kepada Allah dengan taubatan nashuha, dengan taubat yang benar-benar bisa menasehati dirinya untuk menyesali dosanya, untuk berjanji kepada Allah tidak akan mengulang, untuk mohon maaf yang sungguh-sungguh untuk rajin beribadah, sehingga, pada akhirnya dia di panggil oleh Allah, insyaAllah masuk surga. Karena sudah taubat.

Sahabat pembaca, pada akhirnya, yang namanya musibah HIV AIDS kepada seseorang -yang ada pada jalan yang kurang benar- itu, menghantarkan ia masuk surga. Itu kan bukti Allah berkehendak baik untuk dia. Kalau Allah tidak berkehendak baik untuk dia, Allah membiarkan saja, tidak di beri ujian, tidak di beri cobaan, malah di beri ni’mat yang berlimpah-limpah, hartanya banyak, hidupnya senang-senang, malah kalau di ajak bertaqwa kepada Allah bangkit kesombongannya, di sebutkan dalam alQur’an surat alBaqarah ayat 206:

ﻭ ﺇﺬﺍ ﻗﻳﻞ ﻟﻪ ﺍﺗﻖ ﺍﷲ ﺃﺨﺫﺗﻪ ﺍﻠﻌﺯﺓ ﺑﺎﻹﺛﻡ ۚ  ﻓﺤﺴﺑﻪ ﺟﻬﻨﻢ ۚ  ﻭﻟﺑﺋﺱ ﺍﻟﻤﻬﺎﺩ ۝

Artinya,”dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya”.
(al Baqarah: 206)

Itu karena oleh Allah tidak di beri musibah, ujian, tapi di beri enaak terus, tidak di kasih hukuman di dunia, sehingga menjadikannya tidak mau taat kepada Allah, di kira hidupnya sudah cukup bahagia di dunia ini. Melupakan bagaimana pertanggung jawaban hidup nanti setelah mati, di akhirat itu.

Nah, pada hakikatnya itulah kehidupan itu Kalau Allah menghendaki baik, ternyata malah di beri ujian supaya naik derajatnya.

Bagaimana jika seseorang itu di uji dengan anaknya yang sangat nakal, dan akhirnya dia itu terkena narkoba?

Bacaan apa supaya tidak di uji seberat itu?

Kembali ke sabda Nabi tadi, bahwa cobaan, ujian, hukuman di dunia, itu adalah karena maksud baik Allah. Anak yang nakaal, mestinya orang tuanya tidak santai-santai kalau anaknya itu nakal, mestinya orang tuanya malam-malam bangun, bangun shalat tahajjud berdoa di bacakan fatihah 41 kali, di awali dengan fatihah pada Rasulullah Saw. dahulu, jadi 42 kali. Dan pada kalimat,

ﺇﻴﺎﻚ ﻧﻌﺑﺪ ﻮﺇﻴﺎﻚ ﻧﺴﺗﻌﻴﻥ ۝

Artinya, “hanya Engkaulah yang Kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan[7].”

[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.

[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
(al Fatihah : 5)

Dia meminta kepada Allah “Ya Allah, minta tolong anak saya kembalikan dia ke jalan yang benar”, kemudian dzikir, doa sungguh-sungguh kepada Allah. Siang hari puasa, supaya anak ini jadi baik. insyaAllah kalau berdoa sungguh-sungguh, akan di kabulkan oleh Allah, lalu di bacakan doa:

... ﺮﺑﻨﺎ ﻫﺐ ﻠﻨﺎ ﻤﻦ ﺃﺯﻮﺍﺟﻨﺎ ﻭ ﺬﺭﻴﺗﻧﺎ ﻗﺮﺓ ﺃﻋﻴﻥ ﻮﺍﺠﻌﻟﻨﺎ ﻟﻠﻤﺗﻗﻴﻦ ﺇﻤﺎﻤﺎ ۝

Artinya, "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.
(Ibrahim : 74)

Sahabat pembaca, Allah kalau di mohon, di mintai, Allah Maha Mendengar, maka Allah mengabulkan. Apa yang terjadi? Sudah di bacakan fatihah, di bacakan doanya Nabi Ibrahim as, sudah berusaha malam hari bangun shalat tahajjud, siang hari puasa, berdoa memohon menjadikan anaknya yang sholeh, kembali ke jalan yang benar, maka di kabulkan oleh Allah. 

Pada akhirnya, anaknya mau bertaubat, mungkin di bawa ke panti rehabilitasi (contoh Inabah) lalu di sana di rehabilitasi, lalu kembali normal, Alhamdulillah, anaknya kembali baik lagi. Sementara orang tuanya? Derajatnya tambah tinggi di hadapan Allah. Karena ia rajin –terbiasa- shalat tahjjud malam hari, rajin puasa siang hari. Yang pada akhirnya ternyata, ujian anak yang nakal, terkena narkoba itu, menjadikan orang tuanya semakin tinggi derajatnya di hadapan Allah. Nah, hal ini kan bisa di katakan ‘Anaknya mengangkat derajat orang tuanya’, hanya saja –meskipun- dengan ujian yang menyusahkan.


Karena itu, ketika kita mengawasi anak-anak benar-benar jangan sampai terkena narkoba meskipun sudah di kembalikan ke rehabilitasi, lalu sembuh, tapi sembuhnya tidak 100% seperti sediakala. Yang jelas, narkoba, khamr, kenapa di haramkan? Karena merusak akal, kecerdasan, yang akhirnya –jika sembuh- akalnya tidak bisa kembali ke normal seperti sediakala, sebegitu besar bahayanya, maka oleh Allah di haramkan itu.

Jumat, 21 Februari 2014

Akibat Sholat Yang Baik Dan Yang Buruk

Akibat Sholat Yang Baik Dan Yang Buruk

Sahabat pembaca, Nabi Saw bersabda :

ﺇﺫﺍ ﺃﺤﺴﻦ ﺍﻟﺮﺠﻞ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﺄﺗﻡ ﺮﻜﻭﻋﻬﺎ ﻮﺴﺟﻮﺪﻫﺎ ﻗﺎﻟﺖ ﺍﻟﺻﻼﺓ ﺤﻔﻈﻙ ﺍﷲ ﻛﻣﺎ ﺤﻔﻈﺘﻨﻰ٬ ﻓﺘﺮﻓﻊ ﻮﺇﺬﺍ ﺃﺴﺎﺀ ﺍﻠﺻﻼﺓ ﻔﻟﻢ ﻴﺗﻢ ﺮﻜﻭﻋﻬﺎ ﻭﺴﺟﻭﺪﻫﺎ ﻗﺎﻟﺖ ﺍﻟﺻﻼﺓ ﺿﻴﻌﻚ ﺍﷲ ﻛﻤﺎ ﺿﻴﻌﺘﻨﻰ٬ ﻓﺗﻠﻑ ﻜﻤﺎ ﻴﻠﻑ ﺍﻟﺛﻭﺏ ﺍﻟﺧﻟﻖ ﻓﻴﺿﺮﺏ ﺑﻬﺎ ﻭﺟﻬﻪ
 ﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻟﻁﻴﺎﻟﺴﻰ ﻋﻦ ﻋﺑﺎﺩﺓ ﺑﻦ ﺍﻟﺼﺎﻤﺖ﴾

Apabila seseorang mengerjakan shalat dengan baik dan menyempurnakan rukuk serta sujudnya, niscaya shalat berkata: “Semoga Allah memelihara dirimu seperti engkau memelihara diriku”, lalu shalat itu di naikkan (di terima). Dan apabila seseorang mengerjakan shalat dengan buruk serta tidak meyempurnakan rukuk dan sujudnya, maka shalat berkata: “semoga Allah menyia-nyiakan dirimu sebagaimana engkau menyia-nyiakan diriku”, lalu shalat itu di gulung seperti pakaian yang lapuk di gulung, kemudian shalat itu di pukulkan ke muka pelakunya.
(Riwayat ath-thayali melalui ubadah ibnu shamit r.a.)
Penjelasan :

Sahabat Pembaca, Rasulullah Saw. Memberi pelajaran pada kita, bahwa jika seseorang melakukan sholat dengan baik yakni di awali dari baik bersuci/thoharohnya –wudhu’nya sempurna, pakaiannya suci, tempatnya suci, dia shalat lalu dia sempurnakan ruku’ dan sujudnya, tidak terburu-buru atau tergesa-gesa, sempurna sampai selesai shalat itu, maka –kalau toh saja jika kita bisa mendengar- sholat itu akan berkata “Semoga Allah memelihara, menjaga mu seperti sebagaimana engkau memelihara, menyempurnakan aku” maka di angkatlah pahala shalat itu, di terima oleh Allah.

Dan kalau shalat kita acak-acakan, asal-asalan, keburu-buru, ruku’nya tidak sempurna, belum thuma’ninah, sudah akan I’tidal, tulang-tulangnya belum sempurna letaknya, sudah mau melakukan rukun berikutnya, sujudnya juga belum sempurna, baru mau menaruh atau tersentuh dahinya ke tempat sujud, belum membaca apa-apa sudah mau berdiri lagi, sudah duduk , maka seperti itu tentu yang tidak sempurna ruku’ dan sujudnya, belum thuma’ninah. Thuma’ninah itu tenang dalam melaksanakan semua rukun-rukunnya sholat .

Sahabat pembaca, andai kita bisa mendengar –perkataan- nya sholat maka shalat itu akan berkata “kau menyia-nyiakan aku, maka semoga Allah menyia-nyia kan mu, karena tidak  menyempurnakan”. Maka -shalat tersebut seperti pakaian lapuk yang -di gulung, di lipat seperti lipatan baju lalu di pukulkan ke wajah pelakunya.
Maksudnya apa?

Shalat yang tidak sempurna itu menghinakan juga kepada pelakunya. Shalat yang tidak sempurna saja menghinakan, apalagi kalau kita tidak  shalat, masyaAllah, shalat itu kan wajib, rukun Islam, prinsip, fardhu.
Kalau tidak kita laksanakan, maka, agamanya tidak ada, Nabi bersabda yang artinya, “shalat itu tiang agama..”, dalam hadits lain,  yang artinya, “jika shalatnya baik, maka baik seluruh amalnya ..”. Hadits yang serupa, yang artinya, “barang siapa mendirikan shalat, maka dia telah menegakkan agama dalam jiwanya. Dan barang siapa merobohkan/meninggalkan shalat, maka dia telah merobohkan agama dalam jiwanya..”

Sahabat pembaca, maka shalat itu adalah prinsip. Apapun kesibukan kita, apapun pekerjaan kita, siapapun kita, maka shalat adalah sesuatu yang tidak bisa di tinggalkan oleh seseorang yang beriman kepada Allah. Jika kita tidak shalat, maka tidak ada agama dalam jiwa kita.
Kewajiban dari Allah itu tidak banyak, pernah di sampaikan, bahwa kalau kita di wajibkan puasa, maka –puasa tersebut terlaksana- hanya ketika pada bulan Ramadhan saja. Kemudian kalau di wajibkan zakat, maka terlaksana hanya bagi yang mampu saja yang sudah punya harta 1 nishab. Kalau kita di wajibkan haji, maka terlaksana hanya bagi yang mampu saja, kalau kita di beri rezeki lebih mencapai cukup untuk ongkos haji, itu baru wajib. Syahadat, sudah masuk dalam shalat. Tinggal shalat saja. Nah, shalat itu yang tidak bisa di tinggalkan oleh siapapun, tanpa biaya. Kalau tidak kuat berdiri pun, boleh dengan duduk, boleh dengan tidur, begitu mudahnya, sehingga tidak dibolehkan untuk di tinggalkan ibadah shalat itu.

Nah, sekarang sudah shalat, sempurna, masyaAllah, shalatnya itu akan mendoakan pelakunya termasuk juga makhluq-makhluq yang lain.
Jika seseorang melaksanakan shalat, tapi asal-asalan, terburu-buru, kacau balau bacaannya, belum sempurna, apalagi bacaannya salah, masyaAllah, lalu itu sama dengan menyia-nyiakan shalat yang nanti juga akan didoakan shalat itu sendiri, di sia-siakan oleh Allah, maka lalu menjadikan dia lalu di pukul wajahnya dengan shalat yang acak-acakan itu, yang tadi di katakan menghinakan dirinya, nah seperti itu..

Sahabat pembaca, shalat itu, satu-satunya amalan rukun Islam yang tidak dapat di tinggalkan dalam kondisi apapun, Allah berfirman di dalam banyak ayat, diantaranya:

ﻭ ﺃﻗﻴﻤﻭﺍ ﺍﻟﺻﻟﻭﺓ ... ۝

Artinya, “dan dirikanlah shalat ...” (al Baqarah: 43)

... ﺇﻥ ﺍﻟﺻﻟﻭﺓ ﺗﻨﻬﻰ ﻋﻦ ﺍﻟﻓﺤﺷﺎﺀ ﻭ ﺍﻠﻤﻨﻛﺭ ۝
Artinya, “sesungguhnya shalat itu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan perbuatan
 munkar , perbuatan jahat ...” (al ‘Ankabuut : 45)

Maka kalau shalatnya belum bisa mencegah seseorang dari –perbuatan keji dan perbuatan munkar , perbuatan jahat-, maka shalatnya yang perlu di tingkatkan kualitasnya, perlu di perbaiki bacaannya, gerakannya, lalu kondisi jiwanya, ketika melaksanakan shalat itu. Dan urusan apapun, yang paling besar adalah urusan dzikrullah, Allah berfirman :

ﻭ ﻟﺬﻛﺮ ﺍﷲ ﺃﻛﺑﺭ ۗ ... ۝

Artinya, “… dan niscaya urusan dzikir Allah itu adalah urusan yang maha besar, (yang paling besar) ...”.al ‘Ankabuut : 45)

 ... ﻮ ﺃﻗﻡ ﺍﻟﺻﻟﻭﺍﺓ ﻟﺬﻛﺮﻯ ۝

Artinya, “… dan dirikanlah shalat untuk dzikr aku ...” .Thaha : 14
Sahabat pembaca, maka urusan shalat adalah urusan yang paling besar di antara urusan-urusan dalam kehidupan kita sehari-hari. Maka jika kita memperhatukan shalat, maka Allah memperhatikan kita, karena hal itu merupakan urusan yang paling besar dari sekian urusan.
Kita sedang kerja, memasak, atau di mana saja, di perjalanan misalnya, kita bisa merancang di mana saya harus bisa melaksanakan shalat. Jika memang waktunya habis, bahkan di kendaraan pun kita masih bisa melaksanakan ibadah shalat itu, bahkan ketika –kesulitan- menghadap kiblat pun. Bukankah Allah berfirman :

... ﻓﺄﻴﻧﻤﺎ ﺗﻭﻟﻭﺍ ﻓﺛﻡ ﻮﺟﻪ ﺍﷲ ۚ ... ۝

Artinya, “… maka di manapun kalian menghadap, maka disana kalian bisa menemukan dzat Allah ...” (al Baqarah : 115)

Itu dalam keadaan terpaksapun demikian. Kalau sekiranya kalo turun –dari kendaraan- nanti dan waktu shalat sudah habis.

Bila Adzan Telah Di Kumandangkan Pada Hari Jum’at

Bila Adzan Telah Di Kumandangkan Pada Hari Jum’at

ﺇﺫﺍ ﺃﺬﻦ ﺍﻟﻤﺅﺬﻦ ﻴﻮﻡ ﺍﻟﺟﻤﻌﺔ ﺤﺮﻢ ﺍﻠﻌﻤﻞ
 ﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺪﻴﻟﻤﻰ﴾

Artinya, apabila adzan di kumandangkan oleh muadzin pada hari jum’at, maka bekerja di haramkan.
(Riwayat ad Dailamiy)
Penjelasan :

Sahabat pembaca, Bilamana muadzin mulai menyerukan suara adzannya di hari jum’at, maka segala pekerjaan, dan jual beli serta urusan-urusan duniawi lainnya tidak di perbolehkan. Semua orang pada saat itu di haruskan berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat jum’at. Hadits ini, sama artinya dengan apa yang terkandung dalam firman-Nya, yaitu :

ﻴﺄﻴﻬﺎ ﺍﻟﺬﻴﻦ ﺀﻤﻨﻭﺍ ﺇﺫﺍ ﻨﻭﺩﻯ ﻠﻟﺻﻟﻮﺍﺓ ﻤﻥ ﻴﻮﻡ ﺍﻟﺟﻤﻌﺔ ﻓﺎﺴﻌﻭﺍ ﺇﻟﻰ ﺫﻛﺭﺍﷲ ﻭ ﺫﺭﻭﺍ ﺍﻟﺑﻴﻊ ۚ ﺬﻟﻛﻡ ﺧﻴﺮ ﻟﻜﻡ ﺇﻦ ﻛﻨﺗﻡ ﺗﻌﻟﻤﻭﻦ ۝

Artinya, “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (al Jum’ah : 9).

[1475] Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya.

Sahabat pembaca, shalat jum’at memang bagi pria itu fardhu (wajib). Jadi, berangkat –melaksanakan-nya adalah wajib, begitu pula shalatnya, ya wajib. Kalau kita melihat pada surat al Jum’ah : 9, yang di wajibkan shalat jum’at itu siapa?
… “wahai orang-orang yang telah beriman”,
laki-laki atau perempuan?
orang-orang yang telah beriman itu kan laki-laki dan perempuan?
Jadi, ayat yang asal dalam kewajiban shalat jum’at adalah sama dengan Allah mewajibkan puasa, yaitu :
ﻴﺄﻴﻬﺎ ﺍﻟﺬﻴﻥ ﺀﺍﻤﻨﻮﺍ ﻜﺘﺏ ﻋﻟﻴﻛﻢ ﺍﻟﺻﻴﺎﻡ ...۝

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa …” (al Baqarah : 183).

Yaitu orang-orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan. Namun Nabi Saw. bersabda, shalat jum’at itu tidak wajib atas anak-anak, budak, orang yang sakit dan wanita. Maka lalu, di tetapkan oleh para ulama’ yaitu para imam, bahwa shalat jum’at tidak wajib bagi perempuan. Tidak wajib itu bukan tidak boleh, tetapi sunah. Namun demikian, yang sunah itu berangkatnya ke masjid. Adapun jika ada pria dan wanita dalam satu masjid melakukan shalat jum’at, maka semuanya sama (niatnya wajib) yakni :

ﺃﺻﻟﻰ ﻓﺮﺾ ﺍﻟﺟﻤﻌﺔ
Yang artinya, “Saya shalat fardhu jum’at …”

Bukan
ﺃﺻﻟﻰ ﺴﻨﺔ ﺍﻟﺟﻤﻌﺔ
Yang artinya, “Saya shalat sunah jum’at …”

Karena di wajibkannya sama. Maka, nanti kalau sudah pulang, ya sama sudah tidak wajib shalat dhuhur sama-sama, karena sudah melaksanakan shalat jum’at 2 raka’at. Kalau mau shalat dhuhur lagi, boleh apa tidak? Ya boleh. Tapi kalau tidak, ya tidak apa-apa. Karena sudah melaksanakan shalat jum’at.

Namun kalau di kota-kota besar, shalat jum’at jarang sekali di ikuti oleh para wanita, karena biasanya, kota-kota besar itu penduduknya padat, lalu masjid-masjid itu tidak bisa menampung wanita. Sudah penuh dengan jama’ah pria, maka wanita tidak jum’at-an, tidak apa-apa.
Wanita yang mau melaksanakan shalat jum’at, hukumnya sama dengan pria yang sakit berangkat melaksanakan shalat jum’at. Kalau dia tidak berangkat tidak apa-apa. Kalau dia sakit, tetap berangkat dan melaksanakan shalat jum’at, dia tetap dapat pahala. Shalat jum’at nya di dalam masjid ya tetap niat fardhu ﺃﺻﻟﻰ ﻓﺮﺾ ﺍﻟﺟﻤﻌﺔ . maka bukan sunah. Demikianlah penjelasan kali ini.


Etika Tidur

Etika Tidur

ﺇﺫﺍ ﺃﺘﻴﺖ ﻤﻀﺟﻌﻙ ﻓﺗﻮﺿﺄ ﻭﺿﻭﺀﻚ ﻟﻠﺼﻼﺓ٬  ﺛﻢ ﺍﺿﻄﺠﻊ ﻋﻟﻰ ﺸﻗﻚ ﺍﻷﻴﻤﻦ٬ ﺛﻡ ﻗﻞ : ﺍﻟﻟﻬﻢ ﺃﺴﻟﻤﺖ ﻮﺠﻬﻰ ﺇﻟﻴﻚ ﻭﻓﻮﺿﺖ ﺃﻤﺮﻯ ﺇﻟﻴﻚ٬ ﻭﺍﻟﺟﺄﺖ ﻆﻬﺮﻯ ﺇﻟﻴﻚ٬ ﺮﻏﺑﺔ ﺇﻟﻴﻚ٬ ﻻ ﻤﻠﺟﺄ ﻭﻻ ﻤﻨﺠﻰ ﻤﻨﻚ ﺇﻻ ﺇﻟﻴﻚ٬ ﺍﻟﻟﻬﻡ ﺃﻣﻨﺖ ﺑﻜﺗﺎﺑﻚ ﺍﻠﺫﻯ ﺃﻧﺯﻟﺖ ﻭﻨﺑﻴﻚ ﺍﻠﺫﻯ ﺃﺮﺴﻠﺖ
 ﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻟﺑﺧﺎﺭﻯ ﻮﻤﺴﻠﻡ﴾

Apabila engkau hendak mendatangi pembaringanmu, (hendak tidur) maka lakukanlah wudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, kemudian baringkanlah dirimu pada lambung kananmu, lalu berdoa : “Ya Allah, aku serahkan diriku kepada-Mu, dan aku serahkan pula urusanku kepada-Mu, serta aku memohon perlindungan diri kepada-Mu dengan mengharapkan pahala-Mu. Tiada tempat untuk berlindung, dan tiada jalan selamat dari-Mu kecuali hanya kembali kepada-Mu. Ya Allah, aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau turunkan, dan kepada Nabi-Mu yang telah Engkau utus.
(Riwayat Bukhori dan muslim).
Penjelasan :

Sahabat pembaca, Hadits ini menerangkan tentang hal-hal yang di sunahkan sebelum seseorang menuju ke tempat tidurnya, yaitu supaya berwudhu, kemudian posisi tidurnya miring pada lambung kanan, kemudian mengucapkan doa. Kalau doa di atas belum atau tidak hafal, maka biasanya doa pada umumnya adalah:
ﺑﺎﺴﻤﻚ ﺍﻟﻟﻬﻡ ﺃﺤﻴﺎ ﻮ ﺑﺎﺴﻤﻚ ﺃﻤﻮﺖ
Artinya, “Dengan Nama-Mu Ya Allah, aku hidup. Dan dengan Nama-Mu aku mati”

Nah, kalau itu sudah di kerjakan, maka berarti kita sudah mengikuti bagaimana tuntunan dan ajaran Rasulullah Saw. Ketika kita akan melaksanakan tidur.

Sahabat pembaca, tidur saja, bisa menjadi ibadah, bisa mendapatkan pahala, karena di awali dengan apa yang di tuntunkan oleh Rasulullah Saw. dengan wudhu. Bagaimana kalau tidak wudhu? Doa saja, boleh juga. Sesuatu yang di awali dengan doa, itu adalah ibadah. Jika tidak di awali dengan doa, tapi itu biasa kita kerjakan, itu di namakan adat/kebiasaan. Kita makan, tidur, mandi, ke WC, itu suatu hal yang biasa. Dan adat/kebiasaan tersebut bisa menjadi ibadah, bisa menjadi mendapat pahala, kalau ada niatnya. Maka niat adalah yang membedakan antara ibadah dengan adat/kebiasaan. Kalau ada niatnya, maka menjadi ibadah yang mendapatkan pahala. Biasanya niatnya itu, oleh Rasulullah Saw. Kita di ajari dengan doa. Otomatis, kalau kita berdoa untuk melakukan sesuatu, yang berarti niat akan melakukan sesuatu, yang berarti berdoa dahulu, berarti niat akan melakukan kebaikan. Mau makan, kita berdoa:
ﺍﻟﻟﻬﻡ ﺑﺎﺮﻚ ﻟﻧﺎ ﻓﻳﻤﺎ ﺮﺯﻗﺘﻧﺎ ﻭ ﻗﻨﺎ ﻋﺫﺍﺏ ﺍﻟﻨﺎﺮ
Yang artinya, “Ya Allah, berilah berkah kepada kami pada apa yang Engkau rezeki kan pada kami. Dan lindungilah kami dari siksa neraka”.

Mau makan berdoa, berarti makannya ibadah. Mau masuk WC berdoa, berarti ke WC nya ibadah. Mau tidur berdoa, berarti tidurnya ibadah. MasyaAllah, di catat sebagai ibadah dari tidur sampai bangun lagi. Mau tidur malam, niat setelah dia berdoa, lalu di dalam hati niat “nanti malam bangun untuk shalat tahajjud”, maka akan di mudahkan oleh Allah untuk dia bangun shalat tahajjud.

Kalau dia niat, benar-benar niat mau shalat tahajjud pada malamnya, ternyata ia bangunnya shubuh, bagaimana seperti itu? Niat saja, itu sudah di catat sebagai amal yang baik, itu sudah di catat pahalanya meskipun baru niat saja. Itu untuk amal baik.
Lalu untuk amal/pekerjaan jelek, baru niat, baru mau melakukan amal buruk, oleh Allah, oleh malaikat, belum di catat, tetapi di tunggu sampai ia melakukan keburukan yang di inginkan (yang di niatinya), kalau sudah di kerjakan keburukan (kemaksiatan) itu, baru di tulis dosanya. Dan itupun keburukan  satu, dosanya di tulis satu.

Tapi kalau kebaikan, baru niat saja sudah di tulis pahalanya, lalu di kerjakan, pekerjaannya misalnya satu, maka pahalanya bukan satu, tapi sepuluh. Nabi Saw. bersabda:
ﻤﻥ ﺠﺎﺀ ﺑﺎﻟﺤﺴﻧﺔ ﻓﻟﻪ ﻋﺸﺮﺃﻤﺜﺎﻠﻬﺎ
Artinya, “Barang siapa mengerjakan satu kebaikan, maka dia di beri sepuluh kali lipat pahalanya”, yang berarti sepuluh kali lipat kebaikan itu.
ﻭ ﻤﻥ ﺟﺎﺀ ﺑﺎﻟﺴﻴﺌﺔ ﻓﻼﻳﺠﺯﻯﺇﻻﻤﺜﻠﻬﺎ
Artinya, “dan barang siapa yang mengerjakan kejelekan, maka tidak dibalas, kecuali semisalnya”.

Berarti, kalau kejelekan satu, dosa satu. Amal baik satu, pahala sepuluh. Itulah karena sangat sayangnya Allah pada manusia. Sangat sayangnya Allah itu memberi motivasi supaya manusia itu suka melakukan ibadah, suka melakukan kebaikan. Sangat sayangnya Allah, kejelekan itu kalau belum di lakukan, belum di catat dosanya meskipun sudah sengaja melakukannya, yang berarti sudah niat melakukannya. Tapi kalau belum terlaksana, tidak di anggap dia melakukan kejelekan itu

Sahabat pembaca, ini  berbeda kalau niat baik, maka sebagaimana hadits ini tuntunan Rasulullah Saw. kalau kita mau tidur, supaya berdoa, yang baik wudhu dulu. Kalau kita sebelum tidur, dzikir terus sampai tertidur, ada yang mengatakan, tetap di catat bahwa kita punya pahala berdzikir itu.

Nah seperti itu bagusnya, kalau kita mau melakukan kebaikan…

Orang Yang Di Kehendaki Baik Atau Buruk Oleh Allah

Orang Yang Di Kehendaki Baik Atau Buruk Oleh Allah

ﺇﺫﺍ ﺃﺭﺍﺪ ﺍﷲ ﺑﻌﺑﺩ ﺨﻴﺮﺍ ﺟﻌﻝ ﻏﻧﺎﻩ ﻓﻰ ﻨﻔﺴﻪ ﻮ ﺘﻘﺎﻩ ﻔﻰ ﻗﻠﺑﻪ ﻭ ﺇﺫﺍ ﺃﺭﺍﺪ ﺍﷲ ﺑﻌﺑﺩ ﺷﺭﺍ ﺟﻌﻞ ﻓﻗﺭﻩ ﺑﻴﻦ ﻋﻴﻧﻪ
﴿ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻜﻡ ﻋﻦ ﺃﺑﻰ ﻫﺭﻴﺭﺓ﴾

Apabila Allah menghendaki kebaikan terhadap seorang hamba, maka Dia menjadikan kekayaannya berada pada dirinya sendiri, dan takwanya berada pada kalbunya. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap seorang hamba, maka Dia menjadikan kefakiran di depan matanya.

(Hadits riwayat Imam Hakim dari Abu Hurairah r.a.)
Penjelasan :

Hadits ini berkaitan erat dengan hadits sebelumnya, yaitu yang mengatakan bahwa rela-lah engkau dengan apa yang telah di berikan oleh Allah kepadamu, niscaya engkau menjadi orang yang paling kaya. Dan dalam hadits ini, di sebutkan bahwa bilamana Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, niscaya Dia menjadikan kekayaannya pada dirinya sendiri. Atau dengan kata lain, hamba tersebut di beri-Nya petunjuk dan Taufik untuk bersyukur kepada-Nya. Apabila ia menjadi orang yang bersyukur, berarti ia ridho (senang) dengan apa saja yang di berikan Allah Swt. kepadanya, dan jadilah orang yang kaya diri (kekayaannya ada pada jiwanya). Akan tetapi, jika orang itu di kehendaki buruk oleh Allah, maka kefakirannya ada di hadapannya. Yang di hadapi setiap hari hanya perasaan kurang, perasaan fakir, perasaan terjepit oleh kebutuhan, masyaAllah. Maka ia tidak bersyukur, sekalipun Allah Swt. telah memberinya rezeki yang banyak, ia tetap merasa tidak puas dengan apa yang telah ada padanya, sehingga jadilah ia meskipun orang yang kaya, tetapi hatinya miskin, jadilah ia miskin diri dan tidak puas dengan apa yang telah di berikan Allah kepadanya.

Apabila ia bersyukur kepada Allah, berarti di dalam kalbunya telah tertanam rasa taqwa kepada Allah karena kedua hal tersebut berkaitan erat sekali. Taqwa dengan syukur tersebut. Sehubungan dengan hal ini, Allah telah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 123:
 ...  ۖ  ﻓﺎﺗﻗﻮﺍ ﺍﷲ ﻟﻌﻟﻜﻡ ﺘﺸﻛﺮﻮﻥ ۝  

Artinya, “… maka bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya (nikmat Allah)”. (Ali Imran : 123)

Sahabat pembaca, dalam hal ini, kondisi manusia yang merasa kaya atau merasa fakir itu, sebenarnya dalam jiwanya sendiri (dari nafsunya sendiri). Namun di sini di sebutkan adalah Allah menjadikannya. Jadi, Allah menjadikannya sesuai keinginan nafsunya seseorang. Jadi kalau nafsu seseorang ingin ibadah, maka Allah akan menjadikannya ibadah, maka istilah bahasanya adalah Allah menguatkannya untuk beribadah. Karena segalanya adalah bersumber dari Allah. Kalau seseorang ingin berusaha melakukan hal yang kurang baik, Allah menuruti. Maka, istilah bahasa nya adalah, Allah yang menjadikan dia jelek. Dan sebenarnya dasarnya, adalah dari nafsunya sendiri. Karena Allah sudah memberi petunjuk, yang baik lakukan, yang jelek jangan. Dan itu sudah lengkap sekali dalam alQur’an dan hadits. Mana yang harus kita lakukan, mana yang tidak boleh kita lakukan. Tetapi manusia pada akhirnya, kadang-kadang berbalik. Yang di perintah malah tidak di lakukan, yang di larang malah di lakukan.

Sahabat pembaca, berdasar hadits ini, orang itu di kehendaki baik, maka ia setiap hari dalam hidupnya merasa kecukupan. Merasa semuanya cukup, merasa kaya, merasa ayem –bahasa jawa- (tenang), merasa bahagia, merasa sejahtera, karena tidak ada yang kurang. Bagaimana ia merasa kurang? Karena ia bersyukur di beri berapa saja oleh Allah. Di beri uang untuk makan, sudah cukup, Alhamdulillah. Di beri lebih, bisa di tabung untuk beli mobil, Alhamdulillah. Menabung ingin haji, bisa haji, Alhamdulillah. Menabung, belum bisa haji, belum bisa beli mobil, ya dia tetap bersabar mensyukuri kiriman Allah. Allah belum memberi.

Sahabat pembaca, jadi, apapun yang ada dalam hatinya adalah rasa bahagia, rasa bersyukur. Nah, orang itu berarti, ia mengenal Allah, ia punya ilmu yang membahagiakan dirinya, yaitu ilmu tentang Allah. Ilmu tentang sifat-sifat Allah, ilmu tentang takdir Allah. Ilmu tentang apa saja dalam kehidupannya, yang setiap hari yang berhubungan dengan Allah. Nah, rasa taqwanya ada dalam hatinya (ﻮ ﺘﻘﺎﻩ ﻔﻰ ﻗﻠﺑﻪ).
Nabi Saw bersabda:

ﺍﻟﺘﻗﻭﻯ ﻫﻬﻨﺎ ﻮﺍﻟﺘﻗﻭﻯ ﻫﻬﻨﺎ ﻭﺍﻟﺘﻗﻭﻯ ﻫﻬﻨﺎ ﻮﺃﺸﺎﺭ ﻓﻰ ﺻﺪﺭﻩ

Artinya, taqwa itu, di sini, dan taqwa itu, di sini, dan taqwa itu, di sini (dan isyarat tangannya Nabi menempel ke dadanya) taqwa itu di dalam, di dalam hati, di dalam jiwa, di dalam ruh. Sedang yang muncul keluar adalah perilaku dari taqwa itu. Lalu dia suka shalat, suka dzikir, suka menolong, bekerja dengan jujur, apa saja yang di lakukan sesuai dengan dasar taqwa itu.
Nah sahabat pembaca, itu perwujudan dari taqwa itu. Dan taqwa sendiri, ada di dalam hati. Kalau hatinya baik, maka tentu akan melahirkan perilaku yang baik. Nabi bersabda :

ﺇﻦ ﻓﻰ ﺍﻟﺟﺴﺪ ﻟﻤﺿﻐﺔ ﺇﻦ ﺻﻟﺤﺖ ﺻﻟﺤﺖ ﺍﻟﺟﺴﺪ ﻜﻟﻪ ﻭﺇﻥ ﻓﺳﺩ ﺖ ﻓﺴﺩ ﺖ ﺍﻟﺟﺴﺩ ﻜﻟﻪ ﺃﻻ ﻭﻫﻰ ﺍﻟﻗﻟﺏ

Artinya, “Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia itu, ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah semua jasad itu. Jika segumpal daging  itu buruk, maka buruk semua jasad itu. Apakah itu? Ingatlah (ketahuilah) dan sesungguhnya segumpal daging itu, adalah hati”.

Sahabat pembaca, hatilah yang menentukan manusia itu baik atau buruk. Karena sumbernya dari hati tersebut di kendalikan oleh hati. Maka jika hati itu di dasari dengan taqwa, apapun yang keluar dari perilakunya, adalah perilaku benar, perilaku baik, perilaku yang membahagiakan, meskipun mungkin menurut sementara orang, itu kurang baik. Tetapi, ukuran kebaikan yang hakiki, adalah ukuran yang di berikan oleh Allah kepada kita, yaitu ukuran yang sesuai dengan norma-norma aturan Allah Swt.

Nah, sahabat pembaca, kalau orang itu di kehendaki jelek oleh Allah maka kefakirannya ada di hadapannya. Bangun tidur yang di pikirkan sudah, “nanti itu uang dari mana, cukup atau tidak, jangan-jangan tidak cukup. Waduh, cuman punya uang segini, tidak bisa untuk ini, itu … “ akhirnya yang adalah perasaan miskin, perasaan kurang, perasaan fakir, padahal mungkin dalam kenyataannya uangnya banyak, hanya saja yang di inginkannya lebih banyak dari uangnya, akhirnya tetap merasa fakir. Seberapapun uangnya, tetap fakir, dia tetap punya tabungan 1 milyar, tetapi ingin beli rumah yang 2 milyar. Tetap kurang. Mencari lagi dengan sengsara, supaya bisa memenuhi apa yang dia inginkan. Jadilah ia selalu setiap saat merasa fakir, merasa kurang. Di manakah letak kebahagiaan hidupnya? Kalau kita di tekan-tekan oleh ambisi nafsu kita? Tidak ada kebahagiaan, karena kita merasa fakir terus, kurang - kurang, ya Allah.. sebenarnya hati yang harus kita luruskan, kita benarkan, yaitu mensyukuri nikmat Allah. Betapa indahnya kalau kita merasa senang merasa ridho, di beri dalam ukuran berapa saja oleh Allah, itu yang terbaik untuk kita.

Kalau kita punya uang yang memang cukup untuk biaya hidup sehari-hari, tidak menjangkau yang aksesoris yang bermacam-macam, kita cukup bahagia, Alhamdulillah sudah cukup. Anak- anaknya sekolah, sehat semua, makan kenyang semua, Alhamdulillah. Di syukuri, ibadahnya bisa baik. Ternyata, Allah itu, kalau kita pandai bersyukur, Allah janji, (ﻷﺯﻴﺪﻨﻜﻡ) yang artinya, “niscaya sungguh aku akan menambah kepadamu”.

Berarti orang yang suka syukur, itu bukannya kehidupannya semakin terpuruk, tetapi kehidupannya semakin meningkat, semakin di angkat derajatnya oleh Allah. Derajat dunia yang di angkat Allah akan mengakibatkan pula derajat di surga, insyaAllah.


Nah, seperti itu orang yang di kehendaki oleh Allah menjadi baik atau buruk. Ternyata, bisa di lihat dari perasaannya sendiri. Apakah ia merasa cukup, apa merasa kurang, dalam hatinya ada taqwa, atau justru tidak ada taqwa, Na’udzu billahi min dzaalik.

Hamba Yang Di Kehendaki Baik Oleh Allah

Hamba Yang Di Kehendaki Baik Oleh Allah

ﺇﺬﺍ ﺃﺮﺍﺪ ﺍﷲ ﺑﻌﺑﺪ ﺧﻳﺭﺍ ﻓﻗﻬﻪ ﻓﻰﺍﻟﺪﻳﻥ ﻮﺯﻫﺩﻩ ﻓﻰ ﺍﻟﺪﻨﻴﺎ ﻭﺑﺻﺭﻩ ﻋﻴﻭﺑﻪ
﴿ﺭﻮﺍﻩ ﺍﻟﺑﻳﻬﻗﻰ ﻋﻦ ﺃﻧﺱ﴾

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia membuatnya memahami agama dan membuatnya berzuhud terhadap duniawi, lalu Dia memperlihatkan kepadanya aib-aib dirinya.
(Riwayat Baihaqi melalui Anas r.a.)

Penjelasan :

Sahabat pembaca, bilamana Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba-Nya, niscaya Allah memberinya petunjuk untuk dapat memahami agama karena agama akan membawanya kepada kebaikan, ketentraman, kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan niscaya Allah menjadikannya sebagai orang yang berzuhud terhadap duniawi karena dunia itu pasti lenyap, sedangkan pahala amal saleh tetap dan kekal di sisi-Nya. Hal ini tidaklah heran mengingat pemahaman agamanya yang mendalam sehingga harta duniawi menurut pandangannya tiada artinya di bandingkan dengan pahala ukhrawi. Bila Allah memberinya rezeki yang banyak, ia sampai kepada tingkatan zahid, niscaya ia akan dapat melihat aib dan kekurangan- kekurangan yang ada pada dirinya, lalu segera ia bertaubat dan memperbaiki dirinya.
Hadits ini menerangkan tentang keutamaan belajar agama, berzuhud terhadap masalah duniawi, dan memperbaiki diri dengan amal-amal sholeh untuk menutupi aib/celanya.

Kalau orang faham tentang agama, maka insyaAllah semua urusannya baik. Semua urusannya akan di lakukan berdasarkan petunjuk Allah, akan menyerahkan semua kesulitannya kepada Allah. Allah berfirman:
ۚ ﻭ ﺃﻓﻭﺽ ﺃﻤﺮﻯ ﺇﻠﻰ ﺍﷲ ۚ ... ۝

Artinya, “… dan aku serahkan urusanku kepada Allah, …” (Q.S.Ghafir: 44).

Itu orang yang faham agama, orang yang punya ilmu. Orang yang punya ilmu mendapatkan musibah, dengan orang yang tidak punya ilmu mendapatakan musibah, maka akan sangat jauh kondisi jiwanya.

Sahabat pembaca, orang yang punya ilmu mendapatkan musibah ia segera kembali kepada Allah yang mentaqdirkannya, bahwa Allah memberi musibah kepada orang yang taat beriman kepadaNya, akan memberi 3 hal, yaitu:
1.      Akan di ampuni dosanya
2.      Akan di angkat derajatnya
3.      Dan akan di kabulkan doanya

Sahabat pembaca, maka ia paham kalau musibah, ujian, di berikan kepada hambanya itu, untuk meningkatkan kelasnya, sama dengan kalau kita sekolah, kuliah, lalu harus ujian untuk naik kelas. Tapi, kalau orang yang tidak bertaqwa kepada Allah, tidak punya ilmu agama,  ia di beri ujian,  masyaAllah, bisa-bisa ia akan putus asa, stress, bunuh diri, hidup sengsaranya seperti ini, terlalu berat, aku tidak kuat menanggungnya, mungkin seperti itu, karena ia tidak melihat, bahwa Allah akan menyayanginya, bahwa Allah akan menolongnya, dan itu pasti, karena Allah tidak pernah ingkar janji. Allah akan menyayangi manusia yang taat kepadaNya.

Lalu dia di beri perasaan zuhud. Zuhud itu dari sisi bahasa, itu benci. Benci itu, bukan benci meninggalkan, maksudnya benci, tidak memusatkan perhatiannya untuk dunia. Sebagai ilustrasi, ada 2 orang: yang 1 kaya, yang 1 nya lagi, miskin. Yang miskin itu membawa tempat kemana-mana, di bawa untuk meminta-minta. Yang di pikir itu hanya orang ngasih uang, uang, uang, uang. Yang satunya yang kaya itu, justru ia zuhud pada dunia, kekayaannya di pakai hanya untuk taat kepada Allah saja. Bukan untuk menuruti nafsunya, maka di nilai oleh Allah orang yang kaya itu, orang yang zuhud, orang yang baik hati terhadap dunianya. Sedangkan yang minta-minta kemana-mana bawa tempat untuk minta-minta, yang di pikir uang, uang, uang, uang, bagaimana caranya dapat uang, bagaimana … dan seterusnya. Bukan zuhud, yang 
mencintai dunia, meskipun dia tidak punya apa-apa.

Jadi zuhud itu, tidak berarti miskin, lalu orang yang cinta dunia tidak berarti mesti kaya, zuhud justru orang yang tidak memusatkan perhatian hidupnya untuk harta, tapi di pusatkan perhatiannya untuk Allah, justru Allah yang memberi kekayaan padanya. Karena Allah janji, jika manusia mengutamakan Allah, maka Allah akan mengutamakan manusia itu.

Seperti itu, maka, orang-orang yang baik, ia akan zuhud, bahasa lain zuhud adalah hati-hati, hati-hati masalah dunia, tidak mengambil kalau bukan haknya, tidak membawa pulang masuk ke dalam rumah kalau bukan yang halal, saking hati-hatinya. Begitu bangun tidur, yang di ingat adalah saya harus segera beribadah kepada Allah,  bangun tidur kemudian ia segera untuk bersuci, lalu shalat, mungkin shalat tahajjud, mungkin shalat shubuh, bukan begitu bangun tidur lalu “bagaimana pekerjaan tadi malam selesai apa belum… dst. Adalah harta. Maka jadilah fakir, butuh harta, perasaan itu ada.

Nah, kemudian juga di tampakkan aibnya. Di perlihatkan aibnya. Orang yang baik itu merasa bahwa dirinya masih banyak salah, bukan orang yang merasa “aku loh yang terbaik (apik dewe – jawa)” bukan itu. Tapi orang yang merasa dirinya masih salah, shalat saya masih belum bisa khusyu’, shadaqah saya belum bisa banyak, saya belum bisa mennyenangkan orang lain, saya belum bisa berbakti kepada orang tua, saya belum bisa banyak ibadah kepada Allah, saya belum benar baca alQur’an, dan lain sebagainya. Ia masih merasa kurang, merasa aib, merasa cela, sehingga Karena ia merasa aib itu, merasa cacat itu, ia selalu meningkatkan prestasi kebaikannya, Karena ia merasa belum banyak, belum baik, belum benar. Nah, itu orang baik, belum banyak ilmu, akam merasa seperti itu.

Bukankah setiap orang, semakin ia belajar ilmu, semakin ia merasa belum mengerti apa-apa. Semakin ia merasa bodoh, lalau ia semakin terus menerus menambah pengetahuannya itu. Orang yang tidak bisa kenyang adalah dengan ilmu, itu yang benar. Maka, terus kita mencari ilmu. Hal-hal yang tidak ada kenyangnya adalah, bumi menerima air, terus di terima meskipun banjir karena kebanyakan, masih di terima masuk ke dalam bumi.

Orang pria wanita sebagai suami istri, saling mencintai, terus sampai kapanpun aka nada cinta itu, termasuk manusia terhadap ilmu, tidak ada kenyangnya. Demikian juga orang yang sangat mencintai harta, tidak ada kenyangnya. Nah, seperti itu,  kita ambil saja yang positif , manusia tidak ada kenyangnya terhadap ilmu Allah. Maka ia akan terus belajar di mana saja, belajar bukan hanya di tempat sekolah, waktu di bangku sekolah saja, waktu kuliah saja, tapi Allah mewajibkan kita untuk belajar dari sejak kecil sampai meninggal dunia. Berarti tidak ada tutup kelas untuk belajar. Bisa melalui buku, melalui Tv, Radio, bisa melalui kajian di masjid, mushollla, di pondok pesantren, di mana saja ia bisa mendapatkan ilmu. Dan ilmu yang membahagiakan adalah ilmu tentang Allah tadi. InsyaAllah tidak akan susah hidup kita. Kalau kita tahu bahwa semuanya di atur oleh Allah sebaik-baiknya, kita tinggal menjalani saja, kita tinggal menerima saja. Kalau dalam pewayangan, kita sebagai wayangnya saja (tinggal ngelakoni sak karepe dalange,  – bahasa jawa) dalangnya itu, Allah. Allah akan mengatur sebaik-baiknya kita harus percaya, kita harus yakin. Kalau tidak yakin, tidak percaya, maka kata merasa hidup dengan hati tertekan, seakan-akan urusan kita, kita tanggung sendiri, padahal di tata oleh Allah.


Seperti itu, Sahabat pembaca. Mudah-mudahan kita bisa di pilih oleh Allah di jadikan orang yang baik, difahamkan ilmu agama, di beri sifat zuhud pada dunia, dan di tampakkakn kekuarangan kita oleh kita sendiri. Sehingga bisa memperbaiki. Aamiin.. ya robbal ‘alamin…