Hamba Yang Di Kehendaki Baik Oleh Allah
ﺇﺬﺍ ﺃﺮﺍﺪ ﺍﷲ
ﺑﻌﺑﺪ ﺧﻳﺭﺍ ﻓﻗﻬﻪ ﻓﻰﺍﻟﺪﻳﻥ ﻮﺯﻫﺩﻩ ﻓﻰ ﺍﻟﺪﻨﻴﺎ ﻭﺑﺻﺭﻩ ﻋﻴﻭﺑﻪ
﴿ﺭﻮﺍﻩ
ﺍﻟﺑﻳﻬﻗﻰ ﻋﻦ ﺃﻧﺱ﴾
Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi
seorang hamba, maka Dia membuatnya memahami agama dan membuatnya berzuhud
terhadap duniawi, lalu Dia memperlihatkan kepadanya aib-aib dirinya.
(Riwayat Baihaqi melalui Anas r.a.)
Penjelasan :
Sahabat pembaca, bilamana
Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba-Nya, niscaya Allah memberinya
petunjuk untuk dapat memahami agama karena agama akan membawanya kepada
kebaikan, ketentraman, kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan niscaya Allah
menjadikannya sebagai orang yang berzuhud terhadap duniawi karena dunia itu
pasti lenyap, sedangkan pahala amal saleh tetap dan kekal di sisi-Nya. Hal ini
tidaklah heran mengingat pemahaman agamanya yang mendalam sehingga harta
duniawi menurut pandangannya tiada artinya di bandingkan dengan pahala ukhrawi.
Bila Allah memberinya rezeki yang banyak, ia sampai kepada tingkatan zahid,
niscaya ia akan dapat melihat aib dan kekurangan- kekurangan yang ada pada
dirinya, lalu segera ia bertaubat dan memperbaiki dirinya.
Hadits ini
menerangkan tentang keutamaan belajar agama, berzuhud terhadap masalah duniawi,
dan memperbaiki diri dengan amal-amal sholeh untuk menutupi aib/celanya.
Kalau orang faham
tentang agama, maka insyaAllah semua urusannya baik. Semua urusannya akan di
lakukan berdasarkan petunjuk Allah, akan menyerahkan semua kesulitannya kepada
Allah. Allah berfirman:
ۚ ﻭ ﺃﻓﻭﺽ ﺃﻤﺮﻯ ﺇﻠﻰ ﺍﷲ ۚ ... …
Artinya, “… dan aku serahkan urusanku kepada Allah, …”
(Q.S.Ghafir: 44).
Itu orang yang faham
agama, orang yang punya ilmu. Orang yang punya ilmu mendapatkan musibah, dengan
orang yang tidak punya ilmu mendapatakan musibah, maka akan sangat jauh kondisi
jiwanya.
Sahabat pembaca,
orang yang punya ilmu mendapatkan musibah ia segera kembali kepada Allah yang
mentaqdirkannya, bahwa Allah memberi musibah kepada orang yang taat beriman
kepadaNya, akan memberi 3 hal, yaitu:
1.
Akan di
ampuni dosanya
2.
Akan di
angkat derajatnya
3.
Dan akan
di kabulkan doanya
Sahabat pembaca, maka
ia paham kalau musibah, ujian, di berikan kepada hambanya itu, untuk
meningkatkan kelasnya, sama dengan kalau kita sekolah, kuliah, lalu harus ujian
untuk naik kelas. Tapi, kalau orang yang tidak bertaqwa kepada Allah, tidak punya
ilmu agama, ia di beri ujian, masyaAllah, bisa-bisa ia akan putus asa,
stress, bunuh diri, hidup sengsaranya seperti ini, terlalu berat, aku tidak
kuat menanggungnya, mungkin seperti itu, karena ia tidak melihat, bahwa Allah
akan menyayanginya, bahwa Allah akan menolongnya, dan itu pasti, karena Allah
tidak pernah ingkar janji. Allah akan menyayangi manusia yang taat kepadaNya.
Lalu dia di beri
perasaan zuhud. Zuhud itu dari sisi bahasa, itu benci. Benci itu, bukan benci
meninggalkan, maksudnya benci, tidak memusatkan perhatiannya untuk dunia.
Sebagai ilustrasi, ada 2 orang: yang 1 kaya, yang 1 nya lagi, miskin. Yang
miskin itu membawa tempat kemana-mana, di bawa untuk meminta-minta. Yang di
pikir itu hanya orang ngasih uang, uang, uang, uang. Yang satunya yang kaya
itu, justru ia zuhud pada dunia, kekayaannya di pakai hanya untuk taat kepada
Allah saja. Bukan untuk menuruti nafsunya, maka di nilai oleh Allah orang yang
kaya itu, orang yang zuhud, orang yang baik hati terhadap dunianya. Sedangkan
yang minta-minta kemana-mana bawa tempat untuk minta-minta, yang di pikir uang,
uang, uang, uang, bagaimana caranya dapat uang, bagaimana … dan seterusnya. Bukan
zuhud, yang
mencintai dunia, meskipun dia tidak punya apa-apa.
Jadi zuhud itu, tidak
berarti miskin, lalu orang yang cinta dunia tidak berarti mesti kaya, zuhud
justru orang yang tidak memusatkan perhatian hidupnya untuk harta, tapi di
pusatkan perhatiannya untuk Allah, justru Allah yang memberi kekayaan padanya.
Karena Allah janji, jika manusia mengutamakan Allah, maka Allah akan
mengutamakan manusia itu.
Seperti itu, maka,
orang-orang yang baik, ia akan zuhud, bahasa lain zuhud adalah hati-hati,
hati-hati masalah dunia, tidak mengambil kalau bukan haknya, tidak membawa
pulang masuk ke dalam rumah kalau bukan yang halal, saking hati-hatinya. Begitu
bangun tidur, yang di ingat adalah saya harus segera beribadah kepada
Allah, bangun tidur kemudian ia segera
untuk bersuci, lalu shalat, mungkin shalat tahajjud, mungkin shalat shubuh,
bukan begitu bangun tidur lalu “bagaimana pekerjaan tadi malam selesai apa belum…
dst. Adalah harta. Maka jadilah fakir, butuh harta, perasaan itu ada.
Nah, kemudian juga di
tampakkan aibnya. Di perlihatkan aibnya. Orang yang baik itu merasa bahwa
dirinya masih banyak salah, bukan orang yang merasa “aku loh yang terbaik (apik
dewe – jawa)” bukan itu. Tapi orang yang merasa dirinya masih salah, shalat
saya masih belum bisa khusyu’, shadaqah saya belum bisa banyak, saya belum bisa
mennyenangkan orang lain, saya belum bisa berbakti kepada orang tua, saya belum
bisa banyak ibadah kepada Allah, saya belum benar baca alQur’an, dan lain
sebagainya. Ia masih merasa kurang, merasa aib, merasa cela, sehingga Karena ia
merasa aib itu, merasa cacat itu, ia selalu meningkatkan prestasi kebaikannya,
Karena ia merasa belum banyak, belum baik, belum benar. Nah, itu orang baik,
belum banyak ilmu, akam merasa seperti itu.
Bukankah setiap orang,
semakin ia belajar ilmu, semakin ia merasa belum mengerti apa-apa. Semakin ia
merasa bodoh, lalau ia semakin terus menerus menambah pengetahuannya itu. Orang
yang tidak bisa kenyang adalah dengan ilmu, itu yang benar. Maka, terus kita
mencari ilmu. Hal-hal yang tidak ada kenyangnya adalah, bumi menerima air,
terus di terima meskipun banjir karena kebanyakan, masih di terima masuk ke
dalam bumi.
Orang pria wanita sebagai suami istri, saling mencintai, terus sampai kapanpun aka nada cinta itu, termasuk
manusia terhadap ilmu, tidak ada kenyangnya. Demikian juga orang yang sangat
mencintai harta, tidak ada kenyangnya. Nah, seperti itu, kita ambil saja yang positif , manusia tidak
ada kenyangnya terhadap ilmu Allah. Maka ia akan terus belajar di mana saja,
belajar bukan hanya di tempat sekolah, waktu di bangku sekolah saja, waktu
kuliah saja, tapi Allah mewajibkan kita untuk belajar dari sejak kecil sampai
meninggal dunia. Berarti tidak ada tutup kelas untuk belajar. Bisa melalui
buku, melalui Tv, Radio, bisa melalui kajian di masjid, mushollla, di pondok
pesantren, di mana saja ia bisa mendapatkan ilmu. Dan ilmu yang membahagiakan
adalah ilmu tentang Allah tadi. InsyaAllah tidak akan susah hidup kita. Kalau
kita tahu bahwa semuanya di atur oleh Allah sebaik-baiknya, kita tinggal
menjalani saja, kita tinggal menerima saja. Kalau dalam pewayangan, kita
sebagai wayangnya saja (tinggal ngelakoni sak karepe dalange, – bahasa jawa) dalangnya itu, Allah. Allah
akan mengatur sebaik-baiknya kita harus percaya, kita harus yakin. Kalau tidak
yakin, tidak percaya, maka kata merasa hidup dengan hati tertekan, seakan-akan
urusan kita, kita tanggung sendiri, padahal di tata oleh Allah.
Seperti itu, Sahabat
pembaca. Mudah-mudahan kita bisa di pilih oleh Allah di jadikan orang yang
baik, difahamkan ilmu agama, di beri sifat zuhud pada dunia, dan di tampakkakn
kekuarangan kita oleh kita sendiri. Sehingga bisa memperbaiki. Aamiin.. ya
robbal ‘alamin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar